REPUBLIKA.CO.ID, Menurut ulama Mazhab Syafi'i, daging binatang buaian bekas gigitan anjing pemburu mengandung najis dan wajib dibersihkan sebanyak tujuh kali dan salah satu di antaranya dengan air bercampur tanah. Setelah itu binatang itu baru dipandang suci dan boleh dimakan.
Sedangkan ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa bekas gigitan anjing pemburu itu tidak najis dan tidak wajib pula dibersihkan.
Menurut mereka, Allah SWT dan Rasulullah SAW hanya membolehkan kita memakannya dan tidak memerintahkan kita membersihkannya.
Menurut ulama Mazhab Maliki, Mazhab Syafi‘i, dan Mazhab Hanbali, binatang pemburu itu harus ditepas oleh pemiliknya sendiri untuk menangkap binatang buruan tersebut setelah ia melihat dan mengetahui tempatnya secara pasti.
Jika binatang pemburu itu lepas dengan sendirinya, hasil tangkapannya tidak boleh dimakan. Binatang pemburu itu tidak boleh pula menangkap buruannya bersama-sama dengan binatang-binatang lain yang tidak terlatih.
Binatang buruan itu hanya boleh dimakan jika kematiannya disebabkan oleh luka karena gigitan binatang pemburu itu, bukan karena cekikan atau karena kaget. Penyebab ini harus diketahui secara pasti.
Selain dari itu, binatang buruan itu harus binatang yang halal dimakan dan binatang yang sulit ditangkap manusia, seperti rusa, banteng, dan burung. Jika binatang buruan itu ternyata masih hidup, pemburu tersebut harus menyembelihnya.
Syarat ini hanya berlaku bagi binatang buruan yang hidup di daratan dan tidak berlaku untuk binatang buruan yang hidup di lautan atau disungai.