Selasa 09 Oct 2012 13:59 WIB

Hakikat Tobat Nasuha? (3-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Dok Republika
Ilustrasi

Sekadar Bicara Tobat dengan Lidah Bukan Tobat

Tobat tidak sekadar mengucapkan dengan lidah, seperti dipahami oleh kalangan awam.

Ketika salah seorang dari mereka datang kepada seorang tokoh agama ia berkata kepadanya, "Pak Kyai, berilah tobat kepada saya."

Kyai itu akan menjawab, "Ikutilah perkataanku ini!", "Aku tobat kepada Allah SWT, aku kembali kepada-Nya, aku menyesali dosa yang telah aku lakukan, dan aku berjanji untuk tidak melakukan maksiat lagi selamanya, serta aku membebaskan diri dari seluruh agama selain agama Islam’."

Ketika ia telah mengikuti ucapan kyai itu dan pulang, ia menyangka bahwa ia telah selesai melakukan tobat. Ini adalah bentuk kebodohan dua pihak sekaligus, kebodohan orang awam itu, serta sang kyai juga.

Karena tobat bukan sekadar ucapan dengan lidah saja, karena jika tobat hanya sekadar berbuat seperti itu, alangkah mudahnya tobat itu.

Tobat adalah perkara yang lebih besar dari itu, dan juga lebih dalam dan lebih sulit. Ungkapan lisan itu dituntut setelah ia mewujudkannya dalam tindakannya. Untuk kemudian ia mengakui dosanya dan meminta ampunan kepada Allah SWT.

Sedangkan sekadar istighfar atau mengungkapkan tobat dengan lisan tanpa janji dalam hati adalah tobat para pendusta. Seperti dikatakan oleh Dzun Nun Al-Mishri. Itulah yang dikatakan oleh Sayyidah Rabi'ah Al-Adawiyah, "Istighfar kita membutuhkan istighfar lagi!"

Sebagian mereka ini ada yang berkata, "Aku beristighfar kepada Allah SWT dari ucapanku, aku beristighfar kepada Allah SWT.” Atau tobat yang hanya dengan lisan, tidak disertai dengan penyesalan dalam hati.

Hakikat tobat adalah perbuatan akal, hati dan tubuh sekaligus. Dimulai dengan perbuatan akal, diikuti oleh perbuatan hati, dan menghasilkan perbuatan tubuh. Oleh karena itu, Al-Hasan berkata, "Ia adalah penyesalan dengan hati, istighfar dengan lisan, meninggalkan perbuatan dosa dengan tubuh, dan berjanji untuk tidak akan mengerjakan perbuatan dosa itu lagi."

sumber : Fatawa Al-Qardhawi
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement