Selasa 16 Oct 2012 13:44 WIB

Ensiklopedi Hukum Islam: Fiqih Muqaran (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Bahasa Arab, fiqh berarti pemahaman mendalam. Sedangkan al-muqaran berarti perbandingan.

Jadi, Fiqih Muqaran berarti pembahasan fikih dalam berbagai mazhab, baik dengan deskripsi maupun dengan mentarjih (menguatkan) salah satu pendapat.

Dalam karya ulama fikih klasik tidak ditemukan definisi yang secara khusus menjelaskan arti fikih muqaran.

Namun, itu tidak berarti mereka tidak membahas substansi fikih muqaran tersebut. Banyak dijumpai buku klasik yang membahas fikih dengan cara membandingkan pendapat dari berbagai mazhab.

Buku fikih tersebut di antaranya adalah “Bada' As-Sama” yang disusun oleh Imam Alauddin Abi Bakr bin Mas'ud bin Ahmad Al-Kasani (ahli fikih Mazhab Hanafi, wafat 587 H/1191 M). “Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid” oleh lbnu Rusyd (ahli fikih Mazhab Maliki), “Al-Majmu' Syarh al-Muhazzab” oleh Imam an-Nawawi (ahli fikih Mazhab Syafi'i), dan “Al-Mugni” oleh Imam Ibnu Qudamah (ahli fikih Mazhab Hanbali).

Setelah membahas literatur klasik yang membahas fikih dengan cara perbandingan, ulama fikih kontemporer mengemukakan beberapa definisi. Muhammad Taqiy al-Hakim, ahli usul fikih dan fikih muqaran mengemukakan dua definisi fikih muqaran.

Definisi tersebut adalah, mengumpulkan berbagai pendapat dalam masalah fikih tanpa melakukan preferensi (tarjih) terhadap pendapat-pendapat tersebut dan definisi kedua adalah mengumpulkan berbagai pendapat dalam masalah fikih, meneliti, membandingkan dengan mengemukakan alasan masing-masing, serta menguatkan satu pendapat dari pendapat lainnya.

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement