REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH - Larangan Presiden Myanmar Thein Sein dan protes sekelompok biksu di Naypyidaw atas pembukaan kantor perwakilan, membuat pengurus Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyentil pemerintahan Myanmar.
Peipin Komunitas Muslim di Rangoon, Hla Thein, juga turut menyesali sikap Presiden Myanmar yang justru menyebarluaskan informasi pemblokiran pada warganya.
“Imbasnya, tidak akan ada yang percaya pada pemerintahannya. Kasus yang sama pernah terjadi dalam peristiwa Myitsone. Pemerintah setuju dengan menandatangani persetujuan, tapi kemudian menariknya. Seharusnya mereka tidak perlu menandatangani di awal jika merasa keberatan,” papar Thein, Rabu (17/11).
Penyesalan pada sikap pemerintah Myanmar juga diungkapkan seorang koordinator NGO kemanusiaan Refugees International, Chris Lewa.
Lewa yang mempunyai jejaring bantuan bagi Muslim Rohingya di barat Arakan State mensinyalir para biksu khawatir intervensi OKI pada warga sekitar di Sittwe. Meski di sisi lain, dia juga tak melihat efektivitas keberadaan OKI di Rangoon.
“Sikap pemerintah Myanmar selalu memantik terlalu banyak konflik. Mereka harus mengubah pikiran bahwa setiap orang yang datang ke Negara mereka berniat jahat, terutama kaum biksu yang harusnya punya otoritas mengendalikan emosi warga Myanmar,”cetus Lewa.
Lewa yang ditempatkan di Myanmar sejak September lalu ini melihat sinisme warga Myanmar yang menganggap mereka tengah dieksploitasi sejumlah pihak, terutama untuk penyaluran bantuan dari lembaga kemanusiaan. Dana-dana bantuan yang disalurkan melalui UNHCR dan Myanmar Red Cross Society, ujar Lewa, sedikit yang direalisasikan pada masyarakat.
“Kebijakan yang diambil pemerintah untuk memblokir OKI di Sittwe sangat mengejutkan dan tak bisa diterima. Itu hanya meenambah ketegangan saja. Pemerintah Myanmar harus memutuskan aksi drastis untuk menghentikan ekstremis Rakhine yang merongrong populasi Muslim untuk penegakan perdamaian dan hukum yang lebih baik,” tegas Lewa.