Kamis 18 Oct 2012 20:32 WIB

PBNU: Pembatasan Supremasi Sipil harus Ditolak.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Chairul Akhmad
Lambang NU.
Foto: Wordpress.com
Lambang NU.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) menegaskan RUU Kamnas harus ditolak jika membatasi supremasi sipil. RUU tersebut dinilai berpotensi membatasi kebebasan sipil dan supremasi sipil.

"Ini akan meruntuhkan pilar demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia, dan cita-cita reformasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia," ujar Ketua PBNU, M Imam Aziz, di Jakarta, Kamis (18/10).

Menurutnya, RUU Kamnas yang nantinya menjadi undang-undang payung bagi undang-undang tentang TNI dan Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) serta Badan Penanggulangan Terorisme, sangat rancu dan tampak memiliki agenda terselubung.

Yang jelas terlihat, menurut Aziz, adalah RUU ini ingin mengembalikan hegemoni militerisme. Pemerintah yang lahir dari semangat reformasi, seharusnya mengingat amanat reformasi yang ingin mengembalikan posisi rakyat sebagai pemegang tertinggi kedaulatan Negara.

Setelah sekian lama direperesi oleh hegemoni militerisme, Indonesia kini memiliki kebebasan yang menghasilkan kemajuan. "Tugas-tugas pokok TNI dan Polri telah dipisahkan dan masing-masing mempunyai tugas penting sesuai fungsinya," jelas Aziz.

Saat ini, tidak dibenarkan adanya insitusi yang mengontrol pemikiran maupun ideologi, sejauh pemikiran atau ideologi itu tidak menjadi tindakan nyata.

Upaya mengontrol keduanya, termasuk kelompok masyarakat bertentangan dengan konstitusi yang menjamin kebebasan berpendapat dan berorganisasi. "Sangat tidak masuk akal jika TNI atau BIN akan diberi kewenangan seperti institusi penegak hukum. Kewenangan TNI yang berlebihan seperti melakukan penangkapan dan penyadapan, sangat membahayakan demokrasi," tegas Azis.

Pihaknya meminta DPR untuk mengedepankan kepentingan rakyat dalam mengesahkan UU. Kalau memang DPR ngotot membahas apalagi mengesahkan, maka RUU ini maka tidak menutup kemungkinan nantinya akan digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement