REPUBLIKA.CO.ID, Tersebut dalam sebuah hadis dari Rasulullah SAW, beliau menceritakan tentang dua orang lelaki yang hidup sebelum kita.
Salah seorang dari keduanya adalan abid (tukang beribadah) sedang lainnya adalah musrif (orang yang melampaui batas), abid senantiasa menasihatinya.
Dan pada suatu ketika, ia melihat musrif melakukan perbuatan dosa yang dianggap berat olehnya.
Lalu, berkatalah abid kepadanya, “Demi Allah, niscaya Allah tidak akan mengampunimu.” Tetapi, kemudian Allah mengampuni orang yang berbuat dosa tadi, dan sebaliknya melebur seluruh amalnya.
Sahabat Abu Hurairah RA berkata mengemukakan pendapatnya, “Abid telah mengucapkan perkataan yang melebur seluruh amal dunia dan akhiratnya.” Selanjutnya, sahabat Abu Hurairah memperingatkan manusia agar tidak mengucapkan perkataan seperti ini dalam keadaan marah.
Wahai hamba Allah, itulah tadi cerita tentang abid yang marah karena Allah, kemudian mengucapkan perkataan yang tidak dibenarkan baginya dalam keadaan marah, yakni memastikan sesuatu yang tak diketahuinya atas nama Allah, akibatnya seluruh amalnya dilebur.
Maka, bagaimana pula halnya terhadap seseorang yang dalam keadaan marah karena dirinya, mengucapkan perkataan yang tidak dibenarkan baginya hanya semata-mata karena dorongan hawa nafsunya?
Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah, perhitungkanlah keadaan dirimu, dan cegahlah ia dari perbuatan maksiat kepada Allah. Takutlah akan suatu hari, yang kamu sekalian akan dikembalikan kepada Allah.
Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula" (QS. Az-Zalzalah: 7-8).
* Khutbah Masjidil Haram oleh Syekh Abdullah Ibnu Muhammad Al-Khulaifi, Khatib dan Imam Masjidil Haram