REPUBLIKA.CO.ID, Tokoh sahabat perempuan (shahabiyah) kali ini, terbilang unik.
Abu Naim al-Ashbahani, dalam kitabnya yang berjudul “Hilyat al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’—kitab yang memuat kumpulan para wali dan ahli zuhud—menyebutnya sebagai simbol bagi wanita yang bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah SWT dan komitmen menempuh jalan tersebut.
Bahkan, lantaran kegigihan berolah spiritual, shahabiyah itu pun nyaris tak menghiraukan kesehatan dirinya. Semua itu, ia lakukan untuk mencapai rida-Nya. Sosok yang dimaksud al-Ashbahani itu, tak lain ialah Al-Haula’ binti Tuwait.
Tak banyak cerita tentang riwayat perihal kelahiran, keluarga, dan sepak terjang, serta catatan kematian tokoh yang bernama lengkap Al-Haula’ binti Tuwait bin Habib bin Asad bin Abd al-Uzza bin Qushayyi al-Quraisyiyah al-Asadiyah itu. Cerita tentang dirinya, dipenuhi dengan kisah ketaatannya.
Setelah berikrar syahadat dan berbaiat untuk taat kepada Rasulullah SAW pascaperistiwa hijrah, ia mendedikasikan hidupnya bagi agama. Satu hal lagi yang tampaknya disepakati para penulis sejarah, ia adalah teladan gemar ibadah dan cermin ketaatan. Prestasi inilah yang menempatkannya istimewa di sisi Rasulullah.
Aisyah RA menuturkan, Rasulullah pernah melakukan penyambutan khusus ketika al-Haula’ menghadap. Penyambutan hangat itu mengundang pertanyaan Aisyah. Apa yang membuat al-Haula’ dimuliakan sedemikian rupa?
Menurut Rasulullah, penghormatan itu diberikan lantaran al-Haula telah berkomunikasi baik dengan keluarga Nabi ketika Khadijah masih hidup meskipun al-Haula’ belum memeluk Islam.
Produktif
Produktivitas hidupnya tak diragukan. Siang hari, ia mencari nafkah sebagai penjual minyak wangi di Madinah. Profesinya itu pun tersohor hingga ia dijuluki at-tharah. Kala manusia tertidur lelap, kedua matanya terjaga.
Hatinya terpaku “berkomunikasi” dengan Tuhannya. Sepanjang malam, ia berzikir, bertasbih, bertahmid, dan menengakkan shalat. Hampir saja, ritualnya itu mengalahkan kesehatan fisiknya. Ia beribadah dan urung tidur malam.