Kamis 25 Oct 2012 16:25 WIB

Wukuf di Arafah Momentum yang Agung

Wukuf di Arafah
Foto: Antara
Wukuf di Arafah

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG ARAFAH – Wakil Amirul Haj, KH Hasyim Muzadi, mengatakan, wukuf di Arafah merupakan momentum yang agung. 

‘’Ini adalah kesempatan paling bermakna untuk mengembangkan serta memperkuat tauhid kita kepada Allah SWT,’’ ujar Kiai Hasyim dalam khutbah wukuf di Padang Arafah, Kami (25/10).

Menurut Kiai Hasyim, Tauhid berarti meng-Esakan Allah, sekaligus mengandung makna keyakinan dan kewajiban kita untuk mempertanggungjawabkan semua tindakan kita lahir dan batin kepada Allah SWT. 

‘’Tingkat kualitas tauhid kita dapat diukur dari tingkat rasa pertangungjawaban setiap tindakan kita kepada Allah Swt. Apabila keimanan kita kepada Allah belum membawa rasa tanggung jawab termaksud maka sesungguhnya tauhid kita masih mengering dan belum berkembang semestinya,‘’ papar mantan ketua umum PBNU itu.

Kiai Hasyim menuturkan, meng-Esakan Allah artinya tiada Tuhan selain Allah. Mejurut dia, seandainya terdapat Tuhan lain selain Allah, maka alam semesta akan rusak karena alam semesta sebenarnya berada dalam satu tatanan. 

‘’Hanya ada satu Tuhan selain Tuhan adalah ciptaan Tuhan yang ciptaan itu kemudian disebut alam. Tidak ada unsur kealaman di dalam tuhan, dan tidak ada unsur ketuhanan di dalam alam,’’ ujarnya.

Arafah, kata Kiai Hasyim, membawa jamaah haji pada proses kenabian semenjak Adam As sampai dengan Nabi Muhammad Saw. Dalam alur ajaran Allah dari masa ke masa berdasarkan tauhid yang sama. 

‘’Yang mungkin berbeda adalah proses tatanan sosial antar manusia sehubungan dengan perkembangan manusia itu sendiri dari zaman ke zaman,’’ paparnya.  Menurut dia, Perkembangan agama Islam tidak menyangkut perubahan teologis namun menyangkut perkembangan sosiologis.

Menurut dia, rasa tanggung jawab kepada Allah dari seluruh tindakan kita merupakan konsekuensi logis dari tauhid itu sendiri. ‘’Di sisi lain, kita harus menyadari bahwa pengembangan tauhid tidak cukup dikembangkan oleh logika kita sendiri tetapi haruslah diletakkan di dalam konteks ibadah kepada Allah SWT. 

Menurut dia, ibadah ritual (Ibadah Mahdhoh) dalam kaitannya hablun minallah merupakan pengembang utama dari keyakinan tauhid tersebut. Dengan demikian kelalaian kita di dalam beribadah akan mengeringkan tauhid kita sendiri, sekalipun belum tentu meniadakannya. 

‘’Hubungan kita dengan Allah dalam biasanya dimulai dari dzikir (mengingat Allah), sekalipun dzikir tidak selalu terucap tetapi yang terpenting adalah sambungan kesadaran atas pertanggungjawaban kita tersebut,’’ ungkap Kiai Hasyim.

Ia menegaskan, Apabila  hubungan itu terputus, maka nafsu (amarah) akan menguasai gerakan rohani dan lahiriah. ‘’Dari situlah pangkal segala kekeliruan kita yang menumbuhkan pengingkaran kepada perintah Allah SWT.’’ 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement