REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Masyarakat Uni Eropa (UE) dianggap sudah percaya dengan kualitas produk perikanan budi daya Indonesia. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Saut Hutagalung, mengatakan pencabutan larangan eskpor yang tertuang dalam CD 220 tahun 2010 membawa kabar baik industri perikanan.
Saut menjelaskan, sejak diberlakukan dua tahun lalu, daya saing produk budidaya merosot. Citra produk Indonesia bisa meningkat. Namun, pencabutan ini bersamaan dengan menurunnya permintaan dari UE.
Sejak April 2010, UE melarang produk perikanan budidaya masuk pasar benua itu. Produk Indonesia diduga mengandung antibiotik. Alhasil, UE mewajibkan pemeriksaan sebanyak 20 persen dari total pengapalan produk ekspor Indonesia.
Per 6 November lalu, UE resmi melalui Commission Decision No 2012/690/EU (CD 690/2012). Artinya, sejak saat itu produk perikanan budidaya bisa masuk ke UE tanpa pemeriksaan yang ketat. “Dampaknya masih kita pantau ke depan,” kata Saut, Ahad (11/11).
Ia berharap Indonesia bisa mendapatkan dampak positif dari pencabutan ini. Ia melihat pengusaha lebih antusias dalam melakukan ekspor. Ia juga mengimbau pengusaha bisa memanfaatkan pasar dalam negeri yang besar.
Beberapa tahun terakhir peran pasar dalam negeri terus meningkat menyerap produksi ikan. Bahkan, kata Saut, sekitar 75 persen produksi budidaya dan perikanan tangkap justru diserap pasar dalam negeri.
Saut mengatakan pertimbangan utama pencabutan ini adalah tidak ditemukannya kasus ekspor produk budidaya Indonesia yang bermasalah karena residu antibiotika. Berdasarkan audit tim UE pada Februari lalu, sistem pengwasan terhadap antibiotika dari hulu ke hilir sangat positif.