REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Seorang anggota senior Majlis (Parlemen) Iran, Ahad (11/11), mengatakan perubahan kebijakan AS terhadap Iran dan kepentingan umat muslim adalah prasyarat bagi dimulainya pembicaraan dengan Amerika Serikat, demikian laporan media lokal.
"Kami menghadapi masalah dengan kebijakan AS terhadap kepentingan Republik Islam Iran dan dunia muslim, dan selama kebijakan ini tidak berubah, tak ada pembicaraan yang akan diselengarakan dengan AS," kata Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Majlis Iran, Alaeddin Boroujerdi, sebagaimana dikutip oleh Press TV dan Xinhua, Senin (12/11).
"Sebelum pemilihan presiden AS baru-baru ini, Presiden AS telah menyampaikan kesediaan untuk menyelenggarakan perundingan dengan Iran melalui saluran yang berbeda," Alaeddin Boroujerdi.
Ia menambahkan, "Kami percaya kami tak bisa berunding dengan AS, yang menetaskan rencana, mengesahkan anggaran dan memberlakukan sanksi terhadap kepentingan nasional kami."
Awal November, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast mengatakan pengakuan atas hak nuklir Republik Islam tersebut oleh Amerika Serikat akan membangun kepercayaan dalam hubungan bilateral. Berbagai upaya dilancarkan baru-baru ini oleh sebagian warganegara Iran dan politikus untuk memulihkan hubungan dengan Washington guna meringankan tekanan atas ekonomi negara Persia tersebut.
Iran telah menghadapi sanksi Barat sehubungan dengan program kontroversial nuklirnya. Amerika Serikat memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran pada 1980, setelah sekelompok mahasiswa Iran menangkap 60 diplomat AS pada 1979 dan 52 di antara mereka disandera selama 444 hari.