REPUBLIKA.CO.ID, Tidak adanya perintah dari Rasulullah SAW untuk mencatat hadis-hadis. Menurut Imam Syafi'i, tidak berarti hadis-hadis tersebut tidak dapat dijadikan hujah dalam ajaran Islam.
Akan tetapi hal itu semata-mata untuk kepentingan (kemaslahatan) umum karena kondisi pada waktu itu mengharuskan pemusatan perhatian dan kemampuan para penulis untuk hanya menuliskan Alquran yang dikhawatirkan akan hilang dan bercampur baur dengan hadis.
Saat itu, tidak dilarang menuliskan hadis hanya untuk dirinya sendiri.
Adapun hadis yang mereka kemukakan sebagai alasan pengingkaran sunah, menurut Imam Syafi'i, merupakan suatu hal yang lucu karena pada saat menolak kehujahan hadis, pada saat itu pula mereka menjadikannya sebagai hujah.
Setelah dilakukan penelitian oleh Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Abu Bakar Ahmad Al-Baihaki (ahli hadis, 384 H/994 M-458 H/1066 M), ternyata sanad hadis tersebut terputus (munqati) dan ada di antara periwayatnya yang tidak dikenal.
Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadis-hadis mutawatir sebagai hujah dan menolak kehujahan hadis-hadis, ahad sekalipun ada di antara hadis-hadis ahad itu yang memenuhi syarat sebagai hadis sahih.
Alasan mereka, hadis ahad bernilai dzanni. Artinya, proses penukilannya tidak dapat diyakini. Dengan demikian, kebenarannya sebagai yang bersumber langsung dari Rasulullah SAW tidak dapat diyakini sebagaimana halnya hadis mutawatir.
Sedangkan urusan agama harus didasarkan pada dalil-dalil yang pasti (qath'i). Dalil yang pasti diterima semua umat Islam hanya Alquran dan hadis-hadis mutawatir. Selain alasan di atas, mereka juga mengemukakan ayat-ayat Alquran, seperti; “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (QS. An Nisa’: 171), dan "Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran." (QS. An Najm: 28).
Menurut kelompok ini, ayat pertama melarang mengamalkan sesuatu amalan yang tidak diketahui secara pasti tentang amalan tersebut. Berdasarkan ayat ini, amalan yang dikandung oleh hadis ahad tidak boleh diamalkan karena hadis ini tidak menghasilkan ilmu pengetahuan (keyakinan).