REPUBLIKA.CO.ID, Laba usaha dimanfaatkan untuk dana operasional pesantren.
Keberadaan pesantren sepanjang sejarah tak hanya menjadi basis menimba ilmu agama.
Lebih dari itu, lembaga pendidikan Islam tertua itu menjalankan fungsi sebagai penggerak perekonomian masyarakat.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ikhlas, Boyolali, Jawa Tengah, KH Toha Asfari, mengatakan, sejak berdiri 1993, misinya ialah ingin mencetak santri plus.
Para santri tidak hanya kaya ilmu Islam, tetapi juga mampu berwirausaha sehingga lulus dari pondok menjadi mandiri.
“Kalau hanya bermodalkan ilmu, saya khawatir keluar dari pondok mengandalkan amplop. Tapi, kalau sudah punya modal usaha yang kuat untuk diri dan keluarganya, tinggal tenang berdakwah mengembangkan ilmu-ilmu Islam kepada umat,” ujar KH Thoha.
Bekal keterampilan wirausaha para santri ditanamkan selama mondok di Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Karena, pesantren yang berada di Desa Dawar, Manggis, Mojosongo, Boyolali, ini mengelola usaha di berbagai bidang. Meliputi bidang pertanian, peternakan sapi, unggas, koperasi, dan BMT.
Untuk mengembangkan dan mengelola usaha-usaha tersebut, Thoha tidak membutuhkan pegawai dari luar. Sebab, dia melibatkan semua santrinya untuk aktif di berbagai bidang usaha.
Hasilnya luar biasa. Dari semua bidang tersebut, Pondok Pesantren Al- Ikhlas memiliki penghasilan per bulan mencapai miliaran rupiah.
KH Thoha menguraikan, untuk menjual beras saja per hari minimal 10 ton. Dari perputaran uang di BMT, keuntungan bersihnya per bulan mencapai Rp 200 juta.
Sedangkan, sapi potong per hari bisa 20 sampai 30 ekor. Daging sapi ini di buat abon, dendeng, dan kebutuhan lainnya. Pengembangan dari koperasi di antaranya membuat sapu dari kayu yang per bulan menghasilkan 20 ribu sampai 30 ribu batang.