Selasa 27 Nov 2012 19:08 WIB

PTAI, Sebuah Peralihan Status (1)

Rep: Damanhuri Zuhri/Susie Evidia Y/ Red: Chairul Akhmad
IAIN Surakarta.
Foto: blogspot.com
IAIN Surakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Masih ada perguruan tinggi Islam (PTAI) masih bertahan dengan status sekolah tinggi ataupun institut.

Tetapi, hal itu tidak memengaruhi komitmen untuk tetap mengkaji dan mendalami Islam. Sekalipun, besar keinginan dan tercetus ikhtiar untuk meningkatkan status menjadi sebuah universitas.

Menurut Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta Dr Imam Sukardi MA, ada sisi kelebihan dari status universitas, mengingat universalitas ilmu dalam Islam.

Secara faktual, apabila pendidikan tinggi itu baru berupa institut hanya diberi kewenangan untuk mengembangkan satu rumpun keilmuan. Akan tapi, kalau universitas lebih longgar karena beragam rumpun keilmuan dan universalitasnya bisa tercapai.

Namun demikian, ia mengakui mengakui kegiatan mahasiswa di lingkungan kampus semakin menggeliat seusai perubahan status Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Surakarta menjadi IAIN Surakarta. “Lembaga ini semakin marak,” kata Imam.

Diakuinya, IAIN dan STAIN memang diharapkan sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang mengkaji masalah-masalah keislaman secara mendalam dan juga masalah keindonesiaan.

Sebab, secara legal formal kedua lembaga itu (IAIN dan STAIN) direkomendasikan untuk mengkaji rumpun dan cabang-cabang keilmuan Islam secara mendalam.

Khusus IAIN Surakarta, sejak awal berdiri secara historis atas prakarsa Munawwir Sjadzali (mantan menteri Agama) dimaksudkan sebagai kelanjutan program MAN-PK (Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus).

Kelas ini diperuntukkan untuk mencetak ulama intelek dan intelek ulama, yaitu ahli agama yang berpengetahuan luas, berperadaban tinggi, dan berpikiran modern.

“Kita sebagai generasi penerus tidak elok kalau tidak melanjutkan gagasan cerdas Pak Munawwir tersebut. Karena salah satu syarat besarnya suatu bangsa ditentukan oleh seberapa besar kualitas generasi mudanya,” jelas Imam.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement