Kamis 29 Nov 2012 13:08 WIB

Gol Andik Vermansah

Pemain Timnas merayakan gol Andik Vermansyah ke gawang Singapura di Stadion Bukit Jalil Malaysia
Foto: Reuters/Samsul Said
Pemain Timnas merayakan gol Andik Vermansyah ke gawang Singapura di Stadion Bukit Jalil Malaysia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh AA Ariwibowo/Antara

Dada seluruh anak negeri seakan mengembang meraih cakrawala "Forza Indonesia" bersama gol semata wayang dari salah satu punggawa Tim Garuda di ajang Piala Suzuki AFF 2012.

Lawan kali ini "Lion XII" yang menggenggam kutuk sejarah bagi sepak bola Indonesia, yakni tidak pernah terkalahkan sepanjang 14 tahun ketika melawan Timnas Indonesia.

Tiba-tiba kutuk itu mencair menakala Andik Vermansyah melepaskan tembakan keras menghunjam pojok kiri atas gawang Singapura yang dikawal penjaga gawang Mohamad Izwan Mahbud. Dan gol tercipta pada menit ke-88 lewat gol spektakuler Andik. Satu kosong untuk Indonesia.

Pemain asal Persebaya itu menyingkir ke pinggir lapangan kemudian membuat selebrasi dengan mengajak membuat tarian kecil bersama rekan satu tim.

Pemain senior Elie Aiboy lepas berlari dari "bench" untuk bersegera memberi selamat kepada Andik. Pemain lain pun mengangkat tangan ke udara seakan hendak memberi salam kemenangan kepada Dewi Fortuna yang baru saja melontarkan senyum kepada pasukan Indonesia di Stadion Nasional Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia.

Gol Andik Vermansyah seakan menggenapi drama Yunani kuno Prometheus yang mencuri api di suatu malam ketika Vulcan tertidur setelah menenggak segelas anggur memabukkan. Prometheus mencuri bara api yang ia sembunyikan di dalam tongkat logam berongga.

Promotheus berlari menemui manusia, dan menyatakan ia membawa hadiah. Tak lama kemudian, bermodal api Promotheus itulah, seluruh bumi menjadi terang benderang lantaran api unggun berkobar. Dan seluruh manusia berkerumun, bernyanyi.

Gol Andik "Prometheus" Vermansyah membuat ribuan suporter Indonesia di tribun utara stadion menembangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya kemudian membentangkan bendera Merah Putih berukuran raksasa.

Sejumlah stasiun televisi swasta di Tanah Air merayakan gol Andik dengan menggelar program wicara yang mengundang sejumlah pengamat bola. Mereka seia sekata, kemenangan tim asuhan pelatih Nil Maizar semata bukan karena urun kerja dari pengurus bola di Tanah Air.

Gol Andik Vermansyah terlahir dari semangat bertarung (fighting spirit) pantang menyerah dari Tim Merah Putih. Orang Jepang menyebutnya sebagai semangat Bushido. Dan gol Andik adalah energi bertarung dari semangat Bushido.

"Fighting spirit adalah kunci kemenangan Indonesia atas Singapura," kata anggota Komisi X DPR, Djamal Azis. Setubuh dengan pendapat itu, pengamat bola Barry Sihotang menyatakan, "Kemenangan ini berkat kerja keras pantang menyerah seluruh pemain, bukan kerja dari manajer tim."

Sementara, mantan pemain nasional yang kini meniti karier sebagai pelatih, Sutan Harhara menegaskan, kemenangan ini berkat strategi jitu pelatih Nil Maizar. Pelatih Nil mengusung dan menjiwai perubahan sebagai roh dari kreativitas setiap laga sepak bola.

Pelatih berusia 42 tahun itu menarik Elie Aiboy pada menit ke-47 kemudian memasukkan Andik. Barisan pertahanan tim asuhan pelatih Singapura Radojko Avramovic mulai goyah.

Meneror lawan terus menerus tanpa ampun, seakan menjadi kutuk bagi lini pertahanan Singapura, terlebih ketika Nil mendaulat masuk gelandang bertipikal petarung asal Makassar, Rasyid Assayahid Bakri. Kuncinya, kreativitas Nil sebagai pelatih dan keberanian Andik melepas tembakan ke gawang lawan sebagai bentuk teror. Laga bola adalah laga teror bagi anak cucu Prometheus yang gagah berani mencuri api milik para dewa.

"Kami bermain dengan motivasi dan semangat juang yang bagus. Kami mewujudkan masyarakat untuk melihat timnas menang melawan Singapura," kata Nil. Komentar menohok justru datang dari Andik. "Gol ini untuk masyarakat yang membenci timnas," kata Andik.

Baik Andik maupun Nil ingin membuktikan bahwa tidak ada timnas abal-abal, tidak ada sekat-sekat organisasi yang mengatasnamakan PSSI atau KPSI sebagai pemegang satu-satunya daulat sepak bola Tanah Air. Meminjam bahasa gaulnya, "emang gue pikiran, mau PSSI, mau KPSI. Pokoknya timnas Indonesia menang."

Bagaikan alun simponi di katedral Forza Indonesia, kemenangan Indonesia atas Singapura itu kemudian mendapat respons positif dari halaman depan sejumlah media massa nasional. Gol Andik membawa "Garuda" mengangkasa (harian Kompas), Timnas cuatkan harapan (Media Indonesia), Strategi jitu, Nilmaizar ubah pola 4-4-2 jadi 4-2-3-1 (TopSkor), Perjuangan belum selesai (Republika).

Gol sematang wayang Andik bukan jatuh dari langit. Gol itu terlahir dari kreativitas antar lini, dari penjaga gawang, lini pertahanan, lini tengah, sampai lini depan.

Kiper Wahyu Tri berjibaku melakukan beberapa penyelamatan, Fachrudin menghalau serangan lawan, Maitimo dan Novan beraksi dari sisi sayap, Bachdim terus mendulang kredit sebagai pemain yang konstan turun naik mendukung pertahanan. Dari pelatih sampai pemain, semuanya bersatu padu dalam semangat Bushido bermerk Forza Indonesia, dengan mengusung kreativitas.

Kreativitas, di mata filsuf Alfred North Whitehead, para prinsipnya memenuhi prinsip kebaruan (novelty), daya dinamis alam semesta yang memungkinkan terjadinya proses perubahan terus menerus. Untuk mampu membarui diri, manusia perlu mendapatkan asupan gizi mengenai gagasan yang jelas dan tegas, gagasan yang terang benderang (idea clara et distincta).

Nah, inilah kunci kemenangan asuhan Nilmaizar, kreativitas yang bersumber dari gagasan yang terang benderang, gagasan jelas dan tegas. Tanpa ada instruksi pelatih yang jelas dan tegas, maka mustahil tercipta gol Andik Vermansyah.

Andik dan kawan-kawan tidak membeo setelah mendengar instruksi pelatih. Bermodal akal budi sebagai manusia, para pemain terus menerus membawa kemudian menyaring segala instruksi pelatih agar meresap menjadi "fighting spirit". Inilah daya dari logika hati yang membuahkan gol Andik Vermansyah.

Daya dari logika hati yang kini dimiliki timnas Garuda itu terpateri dari pengalaman negatif sepak bola Tanah Air. Untuk tingkat Asia Tenggara, skuad Merah Putih tak lagi berdaya mengukir prestasi yang membanggakan anak negeri. Tak pernah sekali pun Indonesia meraih gelar juara di Piala AFF, ajang sepak bola paling bergengsi di kawasan ini.

Pengalaman negatif bangsa di laga bola makin menjadi-jadi lantaran ada konflik dualisme federasi yang ujung-ujungnya timnas menghadapi dualisme. Palu godam jatuh, timnas yang mewakili Indonesia ke Piala AFF 2012 dituding tidak berisi kekuatan terbaik lantaran sejumlah pemain LSI menolak bergabung dalam pemusatan latihan.

Sampai datanglah gol Andik yang dapat disebut sebagai gol yang membawa pembebasan. Kalau tokoh pendidikan Amerika Latin, Paulo Freire termasyhur dengan Pendidikan yang membebaskan, maka gol Andik dapat membongkar "budaya bisu" negeri ini agar terus bangkit dengan menghidup-hidupkan kreativitas untuk senantiasa mendengar kosa kata rakyat.

Makna gol Andik, jika anda pembesar di sebuah lembaga swasta atau pemerintahan, janganlah bungkam kritik bawahan dengan menawarkan intrik; jika anda bapak atau ibu keluarga, sediakanlah waktu untuk mendengar apa yang dikatakan si buah hati; jika anda elite politik, wartakanlah kata-kata sarat harapan kepada bangsa ini, dan jika anda masih menjomblo, maka mulai sekarang katakanlah cinta kepada dia pujaan hati.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement