REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memberikan sanksi peringatan pertama kepada beberapa perusahaan yang belum melaporkan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Perusahaan yang diberi sanksi adalah perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan.
Direktur Grup Humas BI, Difi A Johansyah, mengatakan BI tidak hanya memberikan apresiasi kepada perusahaan yang melaporkan DHE. Regulator juga memberikan sanksi kepada yang bandel. "Sudah ada yang diberi peringatan pertama dan semua dari pertambangan," katanya usai menjdi pembicara dalam HSBC Economic Outlook 2013, Kamis (6/12).
Sanksi yang diberikan adalah peringatan tertulis karena ini adalah pelanggaran pertama yang dilakukan oleh perusahaan. Sayangnya Difi tidak menyebutkan perusahaan yang dimaksud.
Difi menyebutkan porsi DHE yang diterima melalui bank devisa dalam negeri belum 100 persen. Selain disebabkan oleh belum melapornya perusahaan tersebut, juga kesulitan BI dalam mencapai eksportir tersebut. Banyak eksportir kecil yang menggunakan alamat tidak sesuai kartu identitas. Eksportir kecil ini juga menggunakan jasa pengiriman barang ke luar negeri.
Masalah lain yang juga dihadapi BI adalah terkait ekspor yang memakai sistem diskon. Hal ini membuat pencatatan sulit dilakukan. Karena kendala-kendala ini, BI berniat merevisi peraturan Bank Indonesia terkait DHE. Rencananya revisi aturan akan dikeluarkan akhir tahun ini.
Ia mengakui, BI masih sulit untuk menahan devisa di dalam negeri karena kesulitan meneliti aliran uang di pasar valuta asing. Oleh karena itu, BI akan menghadirkan trustee atau layanan pengelolaan devisa hasil ekspor. Langkah ini untuk meningkatkan ketertarikan eksportir menyimpan uang di bank dalam negeri. Sudah ada 8 bank yang sesuai untuk kegiatan ini. Namun baru ada dua bank yang sudah memasukan dalam Rencana Bisnis Bank mereka untuk membuat unit trustee.