Sabtu 24 Mar 2012 18:36 WIB

Belum Apa-Apa, Cagub-Cawagub Sudah Umbar Janji

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Meski KPU DKI Jakarta belum memberikan pengumuman mengenai lolos atau tidaknya bakal calon gubernur dan wakil gubernur menjadi calon, namun ‘perang’ program sudah dimulai.

Pada acara diskusi yang diadakan salah satu radio swasta di Jakarta, Sabtu (24/3), para kandidat beradu argumentasi mengenai program yang menjadi keunggulan.

Saat terlontar permasalahan kemacetan, masing-masing kandidat mengaku telah mempunyai solusi. Alex Noerdin misalnya. Calob gubernur yang melaju dengan kendaraan partai politik ini mengaku bisa memecahkan persoalan kemacetan dalam jangka waktu tiga tahun. “Jika tidak, saya akan mundur,” ujarnya optimis.

Pada penawaran solusi, Alex mengaku telah melakukan perhitungan dan kajian yang mendalam. Menurut dia, jika transportasi massal dapat dioptimalkan, dengan pasti para pengguna kendaraan pribadi akan beralih. Selain itu, jadwal keberangkatan angkutan umum pun akan diperketatnya.

Lain hal dengan bakal calon wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Pendamping Joko Widodo yang juga berangkat dari partai politik ini mengaku akan menambah sebanyak 2.000 unit transjakarta dalam tempo dua tahun. Bahkan, jadwal keberangkatan pun akan menjadi tiga menit di setiap stasiun. “Hal itu sangat bisa dilakukan dengan mudah,” ujarnya.

Sementera Didik J Rachbini, memiliki program yang disebut Jihad Transportasi Massal. Pendamping Hidayat Nur Wahid yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan harus ada langkah radikal, namun "visible" dalam menyelesaikan permasalahan kemacetan.

Dalam program tersebut, dirinya mengenalkan Sembilan jurus, yang diantaranya adalah Mass Rapid Transit (MRT), Double Track kereta api, Monorel, dan jalan tol dalam kota yang melingkar. Selain itu ada juga pembatasan kendaraan, manajemen parkir, konsolidasi kendaran kecil, merubah perilaku kelembagaan, dan membuat jalur MRT Jabodetabek.

Berbeda dengan calon dari partai politik, Faisal Basri yang berangkat dari jalur perseorangan, mengatakan permasalahan yang merebak karena berakar pada budaya korupsi. Karena itu, pilihannya untuk tidak menggunakan partai politik adalah karena ingin merubah budaya tersebut. “Mari kita bangun Jakarta yang tidak didikte oleh cukong dan partai jahat,” ujarnya.

Pengamat politik M Qodari menyarankan, agar para kandidat tidak hanya mengedepankan program saja. Melainkan juga bagaimana melakukan tindakan nyata untuk memberikan pemecahan persoalan. Selain itu, kata dia, menjaga kepercayaan masyarakat juga harus prioritas. “Jakarta tidak bisa dibangun sepihak, harus berangkat pada kepentingan masyarakat.”

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement