REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengingatkan pengawas pilkada DKI Jakarta putaran kedua, mewaspadai empat isu potensial yaitu kampanye hitam, SARA, masalah DPT dan keberpihakan penyelenggara pemilu.
Perludem, katanya, menengarai empat isu itu bisa menjadi pemicu masalah yang mengarah pada konflik atau gesekan antarpendukung
pasangan calon yang lolos pada putaran kedua. Keempat isu tersebut adalah politik uang yang berkolaborasi dengan kampanye hitam, SARA, masalah daftar pemilih tetap (DPT) dan netralitas penyelenggara pemilu.
"Isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) yang berkolaborasi dengan kampanye kotor dapat dilakukan selama bulan puasa dalam bentuk pemberian zakat, infaq dan sadaqoh (ZIS)," ujarnya di Jakarta, Rabu, (25/7).
Pemberian ZIS, lanjut Titi, dilakukan pasangan calon sebagai kampanye terselubung untuk menarik simpati masyarakat. Alhasil, kecerdasan dan kemarahan masyarakat terhadap politik uang akhirnya ditutupi dengan kampanye kotor dalam rupa pemberian ZIS.
"Tindakan ini akan merupakan penghinaan terhadap Islam. Panwaslu harus mengampanyekan agar warga masyarakat tidak menerima ZIS dari pasangan calon yang meminta suara," ujarnya.
Isu kedua, ungkap Titi, yakni terkait SARA terhadap salah satu pasangan calon yang belakangan marak beredar pesan pendek melalui pesan BlackBerry atau telepon seluler. Isu SARA tersebut sangat sensitif, sehingga mampu menimbulkan friksi atau gesekan antarwarga.
"Panwaslu DKI harus berperan aktif mengampanyekan kepada warga agar tidak terpengaruh isu SARA yang berujung adu domba," paparnya.
Isu ketiga, menurut Titi, terkait masalah DPT. Panwaslu hendaknyaa bergerak cepat merespons pengaduan warga yang tidak terdaftar dalam putaran pertama sehingga dapat memilih pada putaran kedua.
"Masalah yang lebih besar lagi akan muncul apabila warga yang mendaftar kembali pada perbaikan DPT, ternyata tidak bisa juga mendapatkan hak suara tanpa penjelasan apa pun dari KPU maupun Panwaslu DKI," imbuhnya.
Terkait isu netralitas penyelenggara. Titi mendesak Panwaslu DKI untuk memberikan sanksi tegas bagi penyelenggara pemilu yang tidak netral atau kedapatan memihak salah satu pasangan calon.
"Bahkan bila penyelenggara pemilu itu dikhawatirkan atau terbukti tidak netral, tidak boleh dijadikan sebagai petugas penyelenggara pemilu," tuturnya.
KPU dan Panwaslu DKI diminta Perludem bekerja keras guna menyukseskan pemungutan suara putaran kedua pada 20 September mendatangberjalan aman, tertib, kondusif, transparan, jujur dan terbuka. Ketua Panwaslu DKI Jakarta Ramdansyah berjanji akan melakukan pengawasan lebih fokus terhadap keempat isu tersebut.
"Panwaslu juga berharap peran aktif masyarakat melapori apabila keempat isu itu terjadi di wilayahnya masing-masing baik selama persiapan hingga pelaksanaan pencoblosan pada 20 September," tegasnya.