Jumat 03 Aug 2012 20:16 WIB

Foke: Isu SARA tak Cocok untuk Jakarta

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Djibril Muhammad
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sedang memberikan penjelasan saat diskusi dengan Redaksi Harian Republika di Jakarta, Jumat (3/8). Dalam penjelasannya Foke mengungkapkan sejumlah persoalan di DKI antara lain mengenai kemiskinan dan E-KTP.
Foto: Musiron
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sedang memberikan penjelasan saat diskusi dengan Redaksi Harian Republika di Jakarta, Jumat (3/8). Dalam penjelasannya Foke mengungkapkan sejumlah persoalan di DKI antara lain mengenai kemiskinan dan E-KTP.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menjelang Pemilihan Gubernur  DKI Jakarta putaran kedua, banyak pihak menilai isu SARA akan semakin mencuat. Akan tetapi salah satu bakal calon gubernur, Fauzi Bowo (Foke) menilai isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tak cocok untuk masyarakat Jakarta yang majemuk.

"Jika ada yang menuntut penyeragaman, menurut saya berarti tak mengenal Jakarta," tutur Foke ketika bertandang ke kantor Harian Umum Republika, Jumat (3/8). Menurut Gubernur Incumbent DKI Jakarta ini, sejak ibukota masih berupa bandar, masyarakat yang mendiaminya sudah amat beragam.

Makanya, ucap dia, tak heran saat ini ada begitu banyak warga keturunan Arab, Tionghoa, India dan melayu. Nama-nama daerah atau kampung yang kini bisa berupa kelurahan pun menunjukkan masyarakat Jakarta yang majemuk. Seperti misalnya Kampung Melayu, Kampung Ambon bahkan juga Kampung Bali.

Oleh karenanya, menurut dia, jika ada masyarakat yang menuntut penyeragaman maka benar-benar tak mengenal sejarah Jakarta. Ia sendiri mengakui memang sebagian besar masyarakat DKI Jakarta, yaitu sebesar 85 persen, beragama Islam.

Akan tetapi justru menurut dia masyarakat Muslim mampu menjaga kemajemukan yang sudah termaktub dalam Pancasila. "Saya bersyukur yang 85 persen ini punya tekad menjaga ibukota menjadi aman dan nyaman," ungkap Foke.

Bicara soal DKI Jakarta, ia menyatakan sebenarnya sudah begitu banyak perubahan mendasar di ibukota negara Indonesia ini. Perubahan mendasar ini menurut dia yang sesuai dengan perundangan yang ada.

Hal ini karena ia mengakui bukan orang yang revolusioner dengan merubah segalanya. Ia juga menyatakan takkan melakukan perubahan besar yang menabrak undang-undang hanya demi popularitas. "Kalau mau keren bisa saja kita (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) tak mempedulikan DPR," tutur dia.

Permasalahan ibukota juga menurut Foke, menuntut segala perubahan yang tidak bisa berlangsung cepat. Kemudian berdasarkan perhitungan Pemprov DKI berbagai kebutuhan masyarakat membutuhkan dana mencapai Rp 200 miliar. Sedangkan dana APBD pemerintah DKI hanya mencapai Rp 40 miliar.

Oleh karena itu ia pun selama ini menyiasati dengan melakukan perubahan langsung dari bawah yaitu pemberdayaan masyarakat. Ia mencontohkan seperti memperbesar kewenangan kelurahan dan peningkatan kemampuan Puskesmas.

Khusus kewenangan kelurahan, ia mendorong agar pegawai negeri sipil atau sumber daya manusia di tingkat kelurahan yang berwenang juga didorong lebih baik. Para aparat ini menurut dia ialah ujung tombak agar segala pendekatan pemerintah menjadi tepat sasaran.

Di lain pihak justru perubahan-perubahan ini tak terpublikasi meski hasilnya benar-benar dirasakan masyarakat. "Coba tidak ada lagi-kan yang mengeluh soal KTP," ucap dia.

Memang selama ini perubahan mendasar ini tak terlalu terpublikasi karena DKI memang tak punya corong pemberitaan. Staf hubungan masyarakat DKI Jakarta pun tak mampu melakukan publikasi karena secara struktural memiliki keterbatasan dana. "Gubernur pun tak punya staf ahli karena memang tak ada dananya," tutur dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement