REPUBLIKA.CO.ID, Mengikut manhaj salaf, tidaklah berarti sekadar ucapan-ucapan mereka dalam masalah-masalah kecil tertentu.
Inilah sikap saya pribadi terhadap kedua Imam tersebut, yakni Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.
Saya sangat menghargai manhaj mereka secara global dan memahaminya. Namun, ini tidak berarti bahwa saya harus mengambil semua pendapat mereka.
Jika saya melakukan hal itu berarti saya telah terperangkap dalam "taqlid" yang baru. Dan berarti telah melanggar manhaj yang mereka pegang dan perjuangkan sehingga mereka disiksa karenanya. Yaitu manhaj "nalar" dan "mengikuti dalil".
Melihat setiap pendapat secara obyektif, bukan memandang orangnya. Apa artinya anda protes orang lain mengikut (taqlid) Imam Abu Hanifah atau Imam Malik, jika anda sendiri taqlid kepada Ibnu Taimiyah atau Ibnul Qayyim
Juga termasuk menzalimi kedua Imam tersebut, hanya menyebutkan sisi ilmiah dan pemikiran dari hidup mereka dan mengabaikan segi-segi lain yang tidak kalah penting dengan sisi pertama.
Sering terlupakan sisi Robbani dari kehidupan Ibnu Taimiyah yang pernah menuturkan kata-kata: "Aku melewati hari-hari dalam hidupku di mana suara hatiku berkata, kalaulah yang dinikmati ahli surga itu seperti apa yang kurasakan, pastilah mereka dalam kehidupan yang bahagia."
Di dalam sel penjara dan penyiksaannya, beliau pernah berkata, "Apa yang hendak dilakukan musuh terhadapku? Kehidupan di dalam penjara bagiku merupakan khalwat (mengasingkan diri dari kebisingan dunia), pengasingan bagiku merupakan rekreasi, dan jika aku dibunuh adalah mati syahid.”
Beliau adalah seorang laki-laki Robbani yang amat berperasaan. Demikian pula muridnya Ibnul Qayyim. Ini dapat dirasakan oleh semua orang yang membaca kitab-kitabnya dengan hati yang terbuka.
Disarikan dari “Aulawiyaat Al-Harakah Al-Islamiyah fil Marhalah Al-Qadimah” karya Syekh Yusuf Al-Qardhawi.