Jumat 04 Jan 2013 19:59 WIB

Menyikapi Penyelewengan Pajak (1)

Rep: Susie Evidia Y/ Red: Chairul Akhmad
Bayar pajak (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Bayar pajak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Desakan agar pajak digunakan untuk kepentingan rakyat, juga disuarakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Dr KH Ma'ruf Amin.

Menurut Ma'ruf, penggunaan pajak harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas.

Oleh karena itu, Ketua MUI Pusat KH Ma’ruf menolak keras jika pajak yang dihimpun dari rakyat disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, apalagi dikorupsi.

“Pajak tidak boleh dikorupsi, karena itu uang negara yang dihimpun dari setiap warga. Mereka yang melakukan korupsi pajak berarti tidak ada amanah menyalahgunakan uang rakyat. Hal ini harus ditindak tegas,” kata KH Ma’ruf.

 

Walaupun adanya penyelewengan dana-dana pajak, peraih doktor honoris causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini tidak menganjurkan melakukan boikot membayar pajak.

Sebab, antara kewajiban membayar pajak dan penyelewengan pajak, dua hal yang berbeda. Membayar pajak merupakan tanggung jawab masyarakat kepada negara, sedangkan penyalahgunaan pajak karena mental pengelola pajak yang tidak bertanggung jawab.

 

“Kalau terjadi penyelewengan pajak yang harus disorot adalah para pengelola pajak. Jadi, mental pengelola pajak itu harus dibenahi, tidak perlu melakukan pemboikotan pajak,” sarannya.

 

Hal senada disampaikan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Yunahar Ilyas Lc MA. Ia tidak sepakat jika masyarakat melakukan pemboikotan membayar pajak.

Sebab, pajak menjadi sumber APBN bagi negara, karenanya dikhawatirkan pendapatan negara akan berkurang jika masyarakat enggan membayar pajak.

 

“Penyelewengan pajak tidak boleh terjadi lagi, makanya harus segera dihentikan. Para pelakunya yang terbukti melanggar hukum harus ditindak tegas, karena mereka telah menyalahgunakan uang rakyat,” ujar Yunahar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement