Selasa 08 Jan 2013 11:37 WIB

AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (2)

Rep: Mohammad Akbar/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

Menimba Ilmu di Sengkang

Pada 1927, ketika Anre Gurutta H Muhammad As’ad pulang dari Tanah Suci dan mendirikan pesantren, Daud Ismail muda kembali lagi ke Sengkang.

Di sana, ia menjadi santri angkatan kedua setelah Anre Gurutta H Abdurrahman Ambo Dalle. Sosok inilah yang kemudian menjadi salah satu ulama besar di Bugis.

Selama menimba ilmu di Sengkang, Daud Ismail memperoleh banyak pengetahuan, utamanya dalam hal ilmu-ilmu agama. Sebut saja, ilmu qawaid, arodi, ushul fiqih, mantiq, dan lain-lain.

Berbekal ilmu dari Sengkang inilah Daud Ismail kemudian mulai mengajar. Pada tahap awal, ia mengajar di tingkat ibtidaiyah dan tsanawiyah.

Kembali ke Soppeng

Ketika Perang Dunia II pecah pada 1942, Daud Ismail meninggalkan Sengkang. Ia kembali ke kampung halamannya di Soppeng. Di tempat inilah istri pertama, Hajah Marellung, yang dinikahinya pada 1932, meninggal dunia.

Dari istri pertama, ia mendapatkan dua orang putra. Tak lama setelah itu, Daud Ismail menikahi Hj Salehah. Dari istri kedua, ia tak mendapatkan anak. Di rentang waktu itu, ia kemudian menikah untuk kali ketiga. Perempuan pendampingnya adalah Hj Farida yang memberikan tiga orang anak.

Pada pertengahan 1940-an, Daud Ismail diminta mengajar di al-Madrasatul Amiriyah Watang Soppeng. Panggilan itu datang dari Datu Pattojo pada 1944. Setahun berikutnya, Daud Ismail diangkat menjadi Qadhi Soppeng. Ia diminta menggantikan Sayyed Masse.

Peran ini dijalaninya selama enam tahun hingga terbentuknya Departemen Agama Kabupaten Bone pada 1951 yang membawahi wilayah Soppeng. Pada 1961, ia mendirikan Pondok Pesantren YASRIB di Soppeng. Di tempat ini pula, ia membuka Madrasah Muallimin sekaligus diangkat sebagai qadhi untuk kali kedua.

Segala ikhtiar yang dilakukan AGH Daud Ismail untuk mengabdikan ilmu kepada masyarakat akhirnya menemukan jalan pengujung.

Ia menutup mata untuk selamanya di Rumah Sakit Hikmah Makassar pada usia 99 tahun. Ia pergi dengan tenang ketika azan Isya lepas berkumandang pada 21 Agustus 2006.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement