REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan aturan pembatasan ekspor mineral tetap berjalan. Meski keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan sebagaian pasal dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 7 Tahun 2012, pemerintah menyatakan aturan tersebut tetap berlaku.
Pasalnya, Permen 7 Tahun 2012 yang dibatalkan MA memang sudah direvisi pemerintah. Ketika gugatan terhadap aturan ini diproses, pemerintah menerbitkan Permen 11 Tahun 2012 yang memperbaiki pasal-pasal yang dibatalkan.
"Permen 11 kan sudah ada. Itu (Permen 7) sudah kami revisi ke Permen 11," tegas Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Thamrin Sihite, Jumat (11/1). Bila Permen 7 disebutkan tidak boleh, dalam permen revisi tetap diekspor dengan syarat.
Seperti perusahaan tambang tidak boleh tumpang tindih dengan lahan lain dan perolehan izin harus sesuai prosedur. Lalu ada pula persyaratan teknis yaitu setiap pengusaha wajib melaporkan eksplorasi, studi kelayakan, dan persetujuan dokumen lingkungan.
Perusahaan harus memenuhi kewajiban membayar iuran tetap dan royalti. Perusahaan tambang yang melakukan ekspor juga dikenakan bea ekspor sebesar 20 persen. Sehingga, kata dia, semua aturan yang ada tetap berjalan seperti biasa. Lagipula, dengan penyulingan industri mineral di Indonesia bakal mendapat nilai tambah.
Hal senada juga dikatakan Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini. Menurutnya pemerintah tak akan merevisi Permen Minerba Nomor 7 tahun 2012. "Jadi tuntutan itu diajukan sebelum ada permen 11. Padahal Permen 11 ini sudah menganulir itu pasal di Permen 7 yang digugat pengusaha," jelasnya. Sehingga, lanjut rudi, pemerintah tak akan membuat Permen baru lagi.
Ada empat pasal yang dibatalkan MK. Yakni Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 21. Pasal 8 ayat (3) berbunyi, rencana kerja sama pengolahan dan pemurnian hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari dirjen atas nama menteri. Pasal 9 ayat (3) berisi aturan kemitraan hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari dirjen atas nama menteri.
Kemudian Pasal 10 ayat (1) memuat pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi berdasarkan hasil studi kelayakan, ekonomis atau tidak ekonomis untuk melakukan pengolahan dan pemurnian atau tidak dapat melakukan kerja sama atau kemitraan harus berkonsultasi dengan Dirjen.
Di Pasal 10 ayat (2) disebutkan berdasarkan hasil konsultasi dirjen dapat menunjuk pemegang IUP Operasi Produksi lainnya, IUPK Operasi Produksi lainnya, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian untuk melakukan pengolahan dan pemurnian komoditas tambangnya.
Sementara Pasal 21 berbunyi pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Permen ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak berlakunya Permen itu.