REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penjualan senjata dan amunisi di Amerika Serikat meningkat dalam dua pekan terakhir. Peningkatan ini terjadi karena warga setempat ingin melengkapi persenjataan sebelum pembatasan senjata diberlakukan.
Pembatasan pada penjualan senjata memicu ketakutan warga. Mereka menilai tidak akan lagi memiliki kemudahan akses membeli senjata. Dalam pekan ini, parlemen telah mengajukan aturan pembatasan penjualan senjata.
"Saya mendesak pengecer utama senjata di AS, Walmart dan Otoritas Olahraga untuk menunda penjualan senjata modern sampai kongres memberikan suara pada aturan pembatasan kekerasan senjata, " ungkap Senator AS, Chuck Schumer, seperti dikutip PressTV, Rabu (16/1).
Dalam pertemuan lanjutan dengan berbagai pemangku kepentingan kebijakan senjata, termasuk Asosiasi Senjata Nasional (NRA), Wakil Presiden Joe Biden menawarkan paket komprehensif pencegahan kekerasan senjata. Pejabat NRA meninggalkan pertemuan itu dan menantang negosiasi dengan wakil presiden untuk kebijakan senjata itu. Biden akan menawarkan proposal tersebut Selasa waktu setempat.
"NRA adalah kelompok paling tidak berguna dan reaksioner di AS, " kata analis kebijakan domestik AS, Brent Budowsky.
Menurutnya, NRA tidak menawarkan apa-apa pada presiden. "Mereka ingin orang-orang berlarian dengan senapan dan senjata semi-otomatis, " kata dia.
Setelah penembakan di Newton, Presiden Obama menunjuk Biden untuk memimpin pembuatan rencana aturan pembatasan senjata. Rencana aturan itu akan diajukan kepada Kongres.
Saran Biden meliputi pemeriksaan latar belakang pemilik senjata dan pembatasan senjata berkapasitas tinggi. Saran itu datang setelah insiden penembakan di SD Sandy Hook yang menewaskan 20 anak-anak serta enam orang dewasa pada 14 Desember 2012.