REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses rekonsiliasi sepak bola Indonesia tak akan berjalan mulus. Meski PSSI dan KPSI telah sepakat menggelar kongres bersama pada 17 Maret 2013, titik terang masih belum muncul.
Bagaimana tidak, pelaksanaan kongres masih menjadi perdebatan. Terutama mengenai status dan peserta kongres. PSSI melalui anggota Komite Eksekutif (Exco) masih berselisih paham dengan para pengurus KPSI.
Seperti diketahui, Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin dan Ketua Umum KPSI La Nyalla Mattalitti telah melakukan kesepakatan pelaksanaan kongres setelah dipertemukan Menpora Roy Suryo di kantor Kemenpora, Senin (18/2). Pelaksanaan kongres disepakati berstatus Kongres Biasa dan menggunakan daftar peserta Kongres Luar Biasa (KLB) Solo, Juli 2011.
Namun kini, dua anggota Komite Eksekutif PSSI, Bob Hippy dan Sihar Sitorus menyatakan kongres 17 Maret 2013 nanti adalah Kongres Luar Biasa, bukan Kongres Biasa. Sehingga tidak akan ada agenda lain selain yang sudah diamanatkan FIFA.
"FIFA dan AFC telah memberi petunjuk bahwa kongres tanggal 17 Maret 2013 adalah Kongres Luar Biasa," kata Bob melalui rilisnya kepada wartawan.
Karena itu, tegas Bob, agenda kongres nanti hanya fokus untuk tiga poin, yakni penyatuan liga, revisi statuta, dan pengembalian empat Exco terhukum (La Nyalla, Roberto Rouw, Erwin Dwi Budiawan, dan Tony Aprilani).
Pernyataan dua Exco PSSI tersebut dipertegas Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo. Ia memastikan, kongres yang rencananya digelar di Jakarta nanti berstatus KLB. Kepastian mengenai status kongres didapat Roy Suryo setelah menerima surat balasan dari FIFA tertanggal 22 Februari. Surat itu merupakan jawaban atas pertanyaan Roy yang berusaha menemukan kepastian mengenai pelaksaan kongres.
Dalam suratnya, Kepala Asosiasi Anggota FIFA Primo Corvaro menyatakan hal tersebut. "Kongres selanjutnya berstatus Kongres Luar Biasa. Ini diputuskan setelah mempertimbangkan tenggat waktu pelaksanaan kongres," tulis Primo Corvaro melalui suratnya.
Hal ini tentu akan menimbulkan polemik menuju terselenggaranya kongres. Ketua KPSI La Nyalla Mahmud Mattalitti menegaskan, sudah jelas aturannya bahwa kongres harus berstatus Kongres Biasa, yang dalam pelaksaannya bisa saja ada perubahan agenda bila disepakati lebih dari 2/3 peserta yang hadir.
"kalau kongres berstatus Kongres Luar Biasa, itu artinya kongres nanti melanggar MoU 7 Juni 2012," kata La Nyalla kepada wartawan.
Ia pun kembali menjilat ludah pernyataannya sendiri yang akan membubarkan KPSI usai kongres 17 Maret nanti. "Tidak masalah (status kongres). Tapi, KPSI baru bisa dibubarkan setelah terlaksananya Kongres Biasa," kata La Nyalla, Senin (25/2).
Selain masalah status kongres, perdebatan juga masih berkutat pada permasalahan peserta. Exco PSSI membenarkan bahwa peserta kongres adalah voters Solo. Namun yang berhak hadir adalah lembaga/institusi anggota PSSI yang masih aktif. Bukan secara individual yang kini banyak menyeberang ke kubu KPSI.
Ini tentu bukan kali pertama perdebatan kongres terjadi. Sebelumnya terjadi ketika pelaksanaan kongres 10 Desember 2012. Akibat tak menemukan kesepakatan mengenai status dan peserta kongres, PSSI dan KPSI akhirnya menggelar kongres secara terpisah. PSSI di Palangkaraya, sedangkan KPSI di Jakarta.