REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: A Ilyas Ismail
Dikisahkan, orang-orang kafir terus menghalang-halangi dakwah Rasul, dan terus menyerang serta mengolok-oloknya, sehingga Nabi merasa tidak nyaman, bahkan resah. Dalam suasana demikian, diturunkan kepada Nabi saw al-Qur’an surah al-Hijr ayat 97 - 99.
Dipertanyakan, apakah secara kejiwaan Rasulullah mengalami perasaan gelisah, tidak senang (unhappy) atau sempit dada seperti ditunjuk ayat di atas?
Menurut pakar tafsir al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb, Rasulullah dilihat dari sisi kemanusiaan (basyariyyah)-nya, boleh jadi mengalami perasaan semacam itu. Hanya saja, demikian al-Razi, Rasulullah saw kemudian mendapat petunjuk dan bimbingan secara langsung dari Allah SWT.
Menunjuk pada ayat di atas, supaya terbebas dari perasaan sedih atau gelisah, Rasulullah saw diperintahkan Allah SWT melakukan empat hal: mensucikan Allah (tasbih), memuji kebesaran dan keagungan Allah (tahmid), melakukan shalat (bersujud), dan ibadah kepada Allah SWT sampai datang kematian.
Petunjuk ini, tidak hanya penting bagi Nabi, tetapi lebih penting lagi bagi umat manusia, khususnya kaum beriman.
Perintah pertama, tasbih, sesungguhnya dimaksudkan untuk menolak anggapan dan kepercayaan sesat kaum kafir yang menyangka ada tuhan-tuhan lain selain Allah (QS. Al-Hijr [15]: 96), dan memandang Allah memiliki anak-anak perempuan (QS. Al-Shaffat [37]: 149).
Tasbih bermakna mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya. Tasbih juga bermakna mengosongkan pikiran kita dari prasangka buruk (su’u al-zhann) dan sebaliknya membangun prasangka baik, positiv thinking (husn al-zhann) kepada Allah. Positive thinking ini menimbulkan harapan (optimisme) yang mengeliminasi kecemasan.
Perintah kedua adalah tahmid, yang berarti memuji keagungan dan kebesaran Allah. Tahmid merupakan kelanjutan logis dari tasbih. Logikanya, kalau Allah adalah Tuhan yang Maha suci, bebas dan terlepas dari segala bentuk kekurangan (munazzahun `an al-naqa’ish), maka milik-Nya segala kemuliaan dan keagungan.
Maka kita ucapkan alhamdulillah (segala puji milik Allah). Jadi, bagi kaum Muslim, tasbih dan tahmid itu [juga takbir] menggambarkan Psychocological Stages yang menjamin ketentraman batin.
Perintah ketiga sujud (min al-sajidin). Semua pakar tafsir sepakat, maksud sujud ini adalah shalat. Seperti
dimaklumi, shalat adalah media komunikasi yang ampuh antara manusia dengan Allah, Tuhannya.
Melalui shalat, orang beriman berdialog (munajat) dengan Allah. Dialog ini mencerahkan dan mendatangkan kebahagiaan. Rasulullah saw sendiri, apabila ditimpa kesulitan, langsung melakukan shalat (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Lalu, perintah keempat adalah beribadah sampai manusia menemui ajalnya. Ibadah di sini, bagi Ibn Katsir, juga Zamahsyari, tak hanya shalat, tapi semua kebaikan dan kepatuhan (kull al-tha`ah) kepada Allah. Bagi kaum beriman, tak boleh berlalu suatu waktu tanpa ibadah dan amal shalih.
Siapa yang melaksanakan keempat macam ibadah ini, menurut al-Razi, akan mengalami 'pencahayaan ilahi' (adhwa' 'alam al-rububiyyah) yang membuatnya mampu menghadapi “godaan dunia.”
Di matanya, dunia menjadi kecil, sehingga kedatangannya tak membuatnya gembira, kepergiannya pun tak mebuatnya berduka. Inilah obat keresahan jiwa yang paling manjur. Wallahu a`lam. n