REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Perdana Menteri Malaysia Najib Razak Jumat menegaskan bahwa dua prajurit komando Malaysia tewas (pada berita sebelumnya disebutkan polisi,red) dalam serangan mortir sementara tiga lainnya terluka dalam tembak-menembak antara pasukan keamanan dan kelompok pemberontak Filipina yang bersembunyi di negara bagian Sabah.
Kelompok pemberontak yang pertama melepaskan tembakan terhadap pasukan keamanan, kata Najib, dan menambahkan bahwa 10 sampai 12 pria bersenjata tewas. Najib mengatakan ia menyesal atas terjadinya pertumpahan darah, yang pemerintahnya telah berusaha keras untuk hindari.
Sementara itu, mandat penuh telah diberikan kepada Inspektur Jenderal Polisi Ismail Omar dan Kepala Angkatan Bersenjata Zulkefli Mohd Zin untuk mengambil tindakan yang diperlukan.
Kepala kepolisian Sabah Hamza Taib mengatakan dalam konferensi pers, bahwa semua 12 orang bersenjata yang memberanikan diri keluar dari desa yang mereka duduki tewas.
Polisi mengatakan mayat dua prajurit komando yang tewas akan diterbangkan ke Kuala Lumpur sebelum pertengahan malam.
Laporan sebelumnya mengatakan pasukan keamanan Malaysia telah maju ke Desa Tanduo pada Jumat pagi setelah kelompok pemberontak menembaki polisi dan menolak untuk mengindahkan ultimatum yang ditetapkan oleh pemerintah Filipina dan Malaysia agar meninggalkan tempat itu.
Pemerintah Malaysia telah menetapkan Minggu lalu sebagai tenggat waktu bagi kelompok pemberontak untuk meninggalkan Malaysia, tetapi pemerintah Filipina memperpanjang hingga Selasa.
Pihak berwenang Malaysia telah menghadapi kebuntuan ini sejak 9 Februari dengan sekelompok sekitar 180 warga Filipina bersenjata yang menyerbu Desa Tanduo Lahad Datu di Sabah timur untuk merebut kembali daerah yang mereka anggap sebagai wilayah leluhur mereka.
Puluhan keluarga yang tinggal di desa itu dikatakan telah mengungsi setelah pendudukan pemberontak Sulu.
Putaran negosiasi oleh para pejabat dari Malaysia dan Filipina dengan kelompok pemberontak gagal karena kelompok pemberontak bersikeras mereka tidak akan pernah menyerah.
Para penyusup tersebut adalah pengikut sultan Filipina yang berbasis di Filipina selatan yang bergolak, Jamalul Kiram, yang bersikeras Sabah adalah rumahnya dan bahwa kesultanan Sulu mengendalikan sebagian dari Kalimantan.
Para pengulas mengatakan kelompok itu terpaksa menyerang Sabah setelah mereka merasa ditinggalkan dalam perjanjian damai penting antara pemerintah Filipina dan kelompok separatis Front Pembebasan Islam Moro yang ditengahi oleh Malaysia.