Sabtu 09 Mar 2013 21:21 WIB

Saudi Penjarakan Dua Pegiat HAM

  The Government receives no official notification letter from Saudi Arabia related to the oil rich country's decision to halt Indonesian workers import. (illustration)
Foto: photo-dictionary.com
The Government receives no official notification letter from Saudi Arabia related to the oil rich country's decision to halt Indonesian workers import. (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Satu pengadilan Arab Saudi, Sabtu, memvonis dua pegiat hak asasi manusia dan politikus terkenam selama sedikitnya 10 tahun penjara karena dinyatakan melakukan beberapa pelanggaran termasuk menghasut dan menyebar informasi tidak akurat kepada media asing.

Mohammed Fah al-Qahtani dan Abdullah Hamad adalah anggota pendiri kelompok terlarang Perhimpunan Hak Asasi Politik dan Sipil Saudi, yang dikenal dengan nama Acpra, yang mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan telah menyerukan kerajaan konstitusional serta pemilihan umum.

Riyadh, sekutu utama Washington di Teluk, tak mengizinkan protes, partai politik dan serikat pekerja. Kebanyakan kekuasaan dipegang oleh anggota tinggi keluarga yang berkuasa dan tokoh agama senior dari kelompok Wahhabi ultra-konservatif.

Tahun lalu, Acpra mengeluarkan pernyataan yang menuntut Raja Abdullah memecat pewarisnya dan Menteri Dalam Negeri, Putra Mahkota Pangeran Nayef, yang mereka anggap bertanggungjawab atas pelecehan HAM. Nayef meninggal tak lama setelah itu.

Al-Qahtani dijatuhi hukum 10 tahun penjara, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu malam. Hamad diberitahu ia harus menyelesaikan sisa enam tahun hukuman penjara yang dijatuhkan sebelumnya karena kegiatan politiknya dan menjalani tambahan lima tahun lagi.

Mereka akan tetap berada di dalam bui sampai seorang hakim memutuskan permohonan banding mereka pada April.

Tak seperti kebanyakan kasus sebelumnya, pengadilan tersebut terbuka buat pers dan umum, dalam apa yang dikatakan pegiat Arab Saudi sebagai langkah ke arah perbaikan HAM sekalipun mereka mencela putusan tersebut.

Para pendukung kedua terpidana itu berteriak bahwa pengadilan tersebut bermotif politik, setelah hakim menjatuhkan hukuman, dan barisan personel keamanan dengan bersenjatakan tongkat mengamankan ruang pengadilan.

Pada Kamis (7/3), juru bicara Kementerian Dalam Negeri mengatakan para pegiat, yang tak ia sebutkan nama mereka, telah berusaha melancarkan protes di negara pengekspor utama minyak dunia dengan menyebarkan "informasi palsu" kepada media sosial.

Satu-satunya kerusuhan yang menerpa Arab Saudi selama gelombang Arab Spring --perlawanan rakyat-- ialah yang dilancarkan masyarakat minoritas Syiah.

Namun juga pernah terjadi beberapa demonstrasi kecil oleh pemeluk Sunni yang menyerukan pembebasan orang yang ditahan dengan tuduhan keamanan.

Arab Saudi menyatakan negara itu tak menahan tahanan politik dan tak melakukan penyiksaan.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement