REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pemerintahan Presiden Suriah, Bashar al-Asaad, Selasa (13/3), memperingatkan pihaknya siap perang berlarut menghadapi pemberontak.
Pada saat sama sejumlah negara mengusahakan satu prakarsa baru mencari para pejabat pemerintahan negara itu, yang cocok bagi perundingan perdamaian dengan oposisi.
UNICEF mengatakan, ada risiko kehilangan satu generasi dalam konflik antara pasukan al-Assad dan pemberontak.
Saat pertumpahan darah mendekati tahun ketiga tanpa ada satu solusi, Prancis mengatakan pihaknya sedang bekerja sama dengan Rusia dan Amerika Serikat menyusun satu daftar para pejabat pemerintah yang akan berunding dengan kelompok oposisi.
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, mengatakan, "Kami bekerja sama mengenai satu gagasan... daftar para pejabat Suriah yang akan dapat disetujui untuk berunding dengan kelompok oposisi Koalisi Nasional."
Ketua oposisi Suriah, Ahmed Moaz al-Khatib, mengusulkan perundingan dengan wakil-wakil pemerintah yang tidak memiliki darah pada tangan mereka.
Inggris mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan mengabaikan embargo senjata Uni Eropa dan akan memasok senjata-senjata kepada pemberontak membantu menggulingkan al-Asaad.
Perdana Menteri Inggris, David Cameron, mengatakan, dia mengharapkan London dapat membujuk mitra-mitra Uni Eropanya jika dan apabila diperlukan (untuk memberikan senjata-senjata) jika mereka menyetujui gagasan kami.
Bulan lalu, Uni Eropa mengamendemen embargonya mengizinkan negara-negara anggota memasok peralatan non tempur dan melatih para petempur oposisi tetapi tidak mencabut seluruh embargo itu.
Menjawab pertanyaan apakah Inggris akan memveto embargo senjata itu apabila diajukan perpanjangan dalam tiga bulan, Cameron mengemukakan kepada satu komisi parlemen dia akan melanjutkan satu pendekatan Uni Eropa.
Ketika menjawab pertanyaan apakah mempersenjatai pemberontak dapat menimbulkan bahaya, ia menjawab: "Itu bukan satu keputusan yang harus kami ambil dan saya mengharapkan kami tidak melanggar satu pendekatan kerja sama dalam EU.
"Saya hanya membuat satu rencana yang kami kira baik dilakukan, kami akan lakukan."
EU terpecah menyangkut mempersenjatai pemberontak. Inggris, Prancis dan Italia cenderung mendukungnya, sementara Jerman dan negara lain menolak.
Di medan tempur, pemberontak dan pasukan terlibat pertempuran seru di distrik Baba Amr, kota terbesar ketiga Homs, dan batu tembak di jalan yang menghubungkan Damaskus ke bandara internasional.
Surat kabar propemerintah Al-Watan memberitakan tentara berada "kondisi sempurna" dan "memiliki pasukan yang kuat dan senjata-senjata untuk berperang selama bertahun-tahun untuk mempertahankan Suriah".
Suriah "berada dalam keadaan perang" dan "menghadapi satu invasi nyata." katanya dan menegaskan para warga dapat ikut bertempur bersama pasukan pemerintah.