REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Surat kabar The New Light of Myanmar, Selasa (26/3) melaporkan, korban tewas akibat kekerasan antara Muslim dengan Buddha di Myanmar sejak pekan lalu meningkat menjadi 40 orang.
Delapan mayat ditemukan oleh tentara di Meikhtila saat mereka membersihkan daerah yang hancur dibakar oleh massa anti-Islam selama kerusuhan pekan lalu. Penemuan tadi menambah daftar korban tewas akibat kerusuhan itu yang sebelumnya berjumlah 32 orang.
Bentrokan itu menjadi tantangan untuk pemerintah Myanmar yang mencoba mereformasi negara itu setelah beberapa dekade dikuasai kekuatan militer. Pemerintah juga menghadapi tekanan internasional yang kuat atas kerusuhan itu.
Setelah Presiden Myanmar Thein Sein menetapkan keadaan darurat yang diumumkan pada Jumat (22/3) dan mengirim tentara ke lokasi kerusuhan untuk berjaga. Insiden itu membuat umah-rumah dan masjid dibakar, kemudian mayat korban terbakar tergeletak di jalanan.
Menurut seorang pejabat lingkungan Myanmar pada Sabtu (23/3) malam, lebih dari 40 rumah dan sebuah masjid dihancurkan di Kota Yamethin dekat Naypyidaw. Kerusuhan juga dilaporkan terjadi di daerah lainnya.
Dikutip dari Sky News, Selasa (26/3), dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi, pemerintah Myanmar, Senin (25/3) menyerukan untuk segera mengakhiri ekstremisme agama.
Pertumpahan darah di tempat itu menimbulkan kekhawatiran bahwa ketegangan itu bisa menyebar ke wilayah lain di Myanmar.