REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erdy Nasrul
Ada yang salah dengan cara para pelajar masa kini dalam upaya menuntut ilmu. Mereka seharusnya mampu menghayati ilmu yang mereka pelajari sehingga semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Beberapa hal menjadi catatan pribadinya. Pertama, mereka paham semua itu dilarang, tapi terus melakukan. Penyebabnya mereka tidak dekat dengan Allah.
Mereka berilmu tapi hati mereka masih hampa dari sentuhan spiritual. "Al-Ghazali menyebutnya rajulun yadri annahu la yadri, artinya seseorang yang mengetahui tapi sebenarnya tidak," jelas Pengasuh Pondok Pesantren Assalam, Plered, Purwakarta, Ustadz Muhtar Sadili
Muhtar prihatin dengan kondisi pelajar saat ini. Sebagian dari mereka terlibat dalam tawuran antarpelajar, mengonsumsi narkoba, dan melakukan perzinahan. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan 70 persen dari total sekitar empat juta pecandu narkoba di seluruh Indonesia adalah pelajar. Pelajar yang terlibat tawuran ada saja. Seks bebas juga tidak lepas dari mereka.
“Mereka tahu semua itu maksiat, tapi tetap saja mereka lakukan, bahkan menikmatinya,” jelas Muhtar kepada Republika, Selasa (26/3). Orang-orang seperti ini, jelasnya, tidak bisa menjadi panutan masyarakat, karena belum mampu mengarahkan dan membimbing mereka. “Bahaya,” jelasnya.
Namanya ilmu, papar Muhtar, harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu, begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Suatu perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia, yaitu setelah berilmu lalu beramal.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh atau setiap perbuatan kebajikan yang diridai oleh Allah SWT. Amal dalam Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam hal ini mencakup semua yang bermanfaat bagi manusia, seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, dan ilmu sosial.
Mengiringi ilmu dengan amal merupakan keharusan. Muhtar menjelaskan, ilmu adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal bisa lurus dan berkembang bila didasari ilmu. Berbuat tanpa didasari pengetahuan tidak ubahnya dengan berjalan bukan di jalan yang benar, tidak mendekatkan pada tujuan melainkan menjauhkan.
Ibadah harus disertai dengan ilmu. Jika ada orang yang melakukan ibadah tanpa didasari ilmu tidak ubahnya dengan orang yang mendirikan bangunan di tengah malam dan kemudian menghancurkannya di siang hari. Begitu juga, hal inipun berlaku pada amal perbuatan yang lain, dalam berbagai bidang. Memimpin sebuah negara, misalnya, harus dengan ilmu. “Negara yang dipimpin oleh orang bodoh akan dilanda kekacauan dan kehancuran,” jelasnya.
Ilmu dan amal saling beriringan. Barang siapa berilmu maka dia harus berbuat, baik itu ilmu yang berhubungan dengan masalah ibadah maupun ilmu-ilmu yang lain. Tidak ada faedahnya ilmu yang tidak diamalkan. Amal merupakan buah dari ilmu, jika ada orang yang mempunyai ilmu tapi tidak beramal maka seperti pohon yang tidak berbuah. “Kassyajari bila tsamarin,” ungkapnya.
Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Islam Arrohmaniyyah Serpong Ustaz H Abdul Rojak menyatakan, ilmu tanpa diiringi dengan amal maka hanya berupa konsep-konsep. “Apa faedahnya ilmu teoretis jika kita tidak menerjemahkannya menjadi tindakan nyata,” paparnya.
Dia menyatakan, menuntut ilmu dengan cara yang benar adalah disertai dengan pendekatan kepada Allah. Cara seperti itu akan membuat seorang yang berilmu terhindar dari maksiat. Ilmu yang dipelajarinya akan linear atau sejajar dengan tingkah laku. Dia akan memiliki akhlak terpuji. Dia akan mencontoh Rasulullah yang merupakan teladan terbaik bagi seluruh alam. “Akhlak ini akan membuat semua makhluk tunduk. Dan ini hanya dimiliki orang berilmu,” paparnya.
Rojak menjelaskan ilmu adalah pemimpin. Amal adalah pengikutnya. Imam Ali Radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Ilmu diiringi dengan perbuatan. Barang siapa berilmu maka dia harus berbuat. Ilmu memanggil perbuatan. Jika dia menjawabnya maka ilmu tetap bersamanya, namun jika tidak maka ilmu pergi darinya.”
Pertalian ilmu dengan amal tidak hanya dituntut dari para pelajar agama dan para ahli yang mendalami suatu ilmu. Menurut Rojak, setiap orang, baik yang memiliki ilmu sedikit ataupun banyak dalam bidang apa pun, harus mengamalkan ilmunya. Orang berilmu bertanggung jawab untuk mengamalkannya.
Dia mengutip firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS as-Shaaf [61] : 2-3).”