REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty Internasional menilai Indonesia gagal menegakkan komitmen perjanjian damai 2005 dengan Provinsi Aceh. Mereka memperingatkan wilayah tersebut bisa kembali mengalami kekerasan jika isu ini tidak ditangani.
Dalam laporan itu, korban kekerasan Aceh masih menunggu keadilan, karena kegagalan pemerintah membentuk komisi kebenaran. Kelompok hak asasi manusia mengatakan sedikitnya 15 ribu orang tewas dalam 30 tahun pertempuran antara militer Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka.
Dilaporkan BBC, konflik berakhir pada 2005 setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian perdamaian. Perjanjian itu memberikan otonomi kepada Aceh. Meski demikian, kedua belah pihak yang dituduh melakukan pelanggaran HAM. Korban masih menunggu keadilan, kebenaran, dan perbaikan setelah hampir delapan tahun konflik berakhir.
"Anggota keluarga masih belum tahu apa yang terjadi pada anggota keluarga lain yang menghilang dan mereka masih berjuang untuk mendapatkan itu, sementara orang yang bertanggung jawab masih bebas," ujar wakil Direktur Asia Pasifik Amnesty Internasional, Isabelle Arradon. Menurutnya, situasi tersebut memicu kebencian yang bisa menabur benih kekerasan di kemudian hari.
Seorang warga Aceh, Murtala mengatakan ayahnya telah ditangkap. "Tahun berikutnya, pada 1999, adik saya dibunuh, dan kemudian saudara yang lain. Kami tidak tahu di mana kuburan mereka," ujarnya. Sejauh ini, belum ada tanggapan dari pemerintah Indonesia terhadap laporan tersebut.