REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Amerika Serikat pada Rabu (25/4) mendesak Cina untuk melindungi hak-hak minoritas Uighur. Washington juga menyeru Beijing untuk melaksanakan penyelidikan secara transparan tentang kekerasan terbaru di mana 21 orang tewas.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Patrick Ventrell meminta Cina untuk "mengambil langkah-langkah mengurangi ketegangan dan mempromosikan stabilitas jangka panjang di Xinjiang," yang luas dan secara etnis membagi wilayah barat.
"Kami mendesak otoritas Cina untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan transparan nsiden ini dan untuk memberikan kepada semua warga Cina - termasuk Uighur - proses perlindungan yang menjadi hak mereka," katanya.
Para pejabat Cina mengatakan bahwa para petugas polisi dan pekerja sosial - termasuk 10 dari masyarakat Uighur yang kebanyakan Muslim - adalah di antara yang tewas dalam pertikaian bersenjata pada Selasa di kota Barchuk, dan menyalahkan kekerasan itu pada "para teroris."
Kelompok-kelompok advokasi dan para ahli mengatakan Cina telah menghasilkan sedikit bukti terorisme terorganisir di Xinjiang dan mengarahkan kebencian lama antara Uighur mengenai kebebasan terbatas dan meningkatnya kehadiran mayoritas Han.
Ventrell mengatakan Amerika Serikat "sangat prihatin" dengan sejumlah diskriminasi terhadap suku Uighur dan Muslim lainnya di Cina.
"Kami mendesak pemerintah Cina untuk menghentikan kebijakan-kebijakan yang berusaha untuk membatasi praktek agama di seluruh Cina. Tetapi kami sudah sangat prihatin tentang Uighur," katanya.
Cina sering menyuarakan kemarahan pada kritik AS dalam catatan hak asasi manusianya, meskipun dua ekonomi terbesar di dunia itu sering bekerja sama di bidang lain, termasuk perdagangan dan pada pertikaian dengan sekutu Beijing, Korea Utara.
Ventrell mengatakan bahwa duta besar AS untuk Cina, Gary Locke, adalah kebetulan sedang berada di Xinjiang pada Rabu sebagai bagian dari delegasi perdagangan AS yang mencakup sektor energi, kereta api dan perusahaan angkutan.