REPUBLIKA.CO.ID,RANGON -- Ancaman bom di Kedutaan Besar Myanmar di Indonesia oleh terduga teroris dan demonstrasi yang mengimbau pembunuhan terhadap Umat Buddha tidak mendapatkan respons positif dari Muslim Myanmar.
Bahkan, komunitas Muslim di negara mayoritas Buddha tersebut menyatakan, menolak ajakan untuk memerangi umat Buddha. Juru bicara All Myanmar Muslim Federation Ko Ko La mengungkapkan, reaksi dengan serangan bom yang akhirnya digagalkan dan panggilan untuk perang melawan pemerintah tidak bisa diterima.
"Ini bukan solusinya. Kami menolak panggilan untuk kekerasan," ujarnya seperti dikutip irrawady.org. Menurutnya, Muslim Myanmar menginginkan penyelesaian dengan cara negosiasi. Pihak Muslim pun masih ingin bekerjasama dengan Umat Buddha dan Pemerintah.
Pemimpin Rohingya dan Ketua Union Nationals Development Party (UNDP) Abu Tahal menjelaskan, tidak ingin menggunakan cara kekerasan untuk melawan upaya pembantaian Muslim di Myanmar. Menurutnya, para demonstran berkoar hanya untuk kepentingan mereka saja.
"Metode kami untuk menyelesaikan permasalahan dengan dialog dan sesuai dengan hukum,"ujarnya. Menurutnya, hanya dengan cara tersebut permasahan Muslim Rohingya dan Muslim Myanmar secara keseluruhan bisa diselesaikan.
Muslim Rohingya merupakan umat minoritas yang tinggal di Provinsi Arakan, sebelah barat Burma. Orang Rohingya menderita dengan adanya konflik dengan komunitas Buddha tahun lalu.
Lebih dari 125 ribu orang Rohingya terusir dengan adanya kekerasan. Mereka harus tinggal di kamp-kamp dan hidup dengan sedikit bantuan. Pemerintah melansir terdapat 192 korban tewas akibat konflik tersebut.
Akan tetapi, data dari Pemerintah Amerika Serikat untuk Komisi Kebebasan Beragama menyebutkan, terdapat lebih dari seribu Muslim Rohingya tewas.