REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The Center for Strategic and International Studies menyatakan Amerika Serikat (AS) dapat saja menyambut baik upaya normalisasi hubungan diplomatik yang disuarakan Venezuela. Salah satunya alasannya, karena cerminan langkah rekonsiliasi yang selalu digaungkan Presiden AS Barack Obama.
"Jika ada upaya normaliasai hubungan dengan Amerika Latin, mungkin saja hubungan akan lebih baik,Apalagi ini Venezuela, buka Kuba yang sudah sedemikian parah dengan AS," kata Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Rizal Sukma di Jakarta, Kamis (30/5).
Setelah beberapa tahun terakhir hubungan Venezuela dengan AS mengalami keretakan, Menteri Luar Negeri Venezuela Elias Jaua pada tanggal 20 Mei lalu menyuarakan untuk normalisasi hubungan dengan negeri Paman Sam yang akan dimulai dengan pengiriman perwakilan diplomatik di tingkat tertinggi antara kedua negara.
Menurut Rizal, perlakukan AS kepada Venezuela tidak akan memicu konfrontasi besar-besaran. Sikap AS juga, kata Rizal, tidak akan seperti hubungan negeri adidaya tersebut dengan rival-rivalnya, seperti Korea Utara, yang mencuatkan penolakan legitimiasi rezim pemerintahan di Pyongyang.
"Faktornya mungkin hanya saat Hugo Chavez (mantan pemimpin Venezuela) dengan sosoknya yang begitu mengecam AS," ujarnya. Selain itu, Rizal juga berpendapat kebijakan politik luar negeri Presiden Barack Obama yang lebih mengutamakan pendekatan "soft-power" ikut mendorong upaya normalisasi itu. "Obama kan selalu menyuarakan rekonsiliasi," kata dia.
Keretakan AS dan Venezuela ditandai dengan tidak adanya duta besar satu sama lain sejak 2010. Keretakan ini dipicu semenjak Caracas menuding AS mendukung satu kudeta yang secara singkat menggulingkan Chavez, yang meninggal beberapa bulan lalu.