REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyiapkan sedikitnya Rp6 triliun untuk program aneka infrastruktur dasar sebagai bentuk kompensasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan sasaran penerima manfaat masyarakat miskin di perdesaan maupun perkotaan.
"Melalui Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum (P4-IPU) dengan alokasi sekitar Rp 6 triliun bagi masyarakat miskin di perdesaan dan perkotaan, diharapkan kenaikan BBM tak terlalu berdampak," kata Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto kepada pers di Jakarta, Rabu (5/6).
Menurut Djoko, sasaran program itu 70 persen di luar Pulau Jawa dan sisanya masih di Pulau Jawa dengan titik berat pertama, terkait dengan sistim penyediaan air minum bagi rakyat miskin terutama di desa rawan air, kampung nelayan, pelabuhan perikanan yang tidak ada air.
"Untuk program penyediaan air minum sekitar Rp 2 triliun antara lain berupa penyiapan air baku, pembangunan embung untuk air minum pada daerah rawan air di 93 kabupaten/kota sebesar Rp 899,5 miliar, perlindungan kawasan pantai di permukiman nelayan miskin Rp 299,5 miliar, perbaikan irigasi kecil di 4.000 desa sebesar Rp 801 miliar," katanya.
Kedua, infrastruktur permukiman sekitar Rp 2 triliun dengan pola pemberdayaan masyarakat melalui bantuan langsung kepada warga sebesar Rp 1,8 triliun untuk 5.500 desa baru dan 1.800 kelurahan kawasan kumuh perkotaan dan dana pendampingan Rp 175 miliar.
Program ketiga, juga terkait dengan perluasan penyediaan air minum sekitar Rp 2 triliun untuk penyediaan air minum 318 desa nelayan, termasuk pada lokasi pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan sebesar Rp 318 miliar, penyediaan air minum bagi 260 desa dan 35 ribu kota kecamatan (IKK) rawan air sebesar Rp 742 miliar dan penyediaan air minum untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Perkotaan di 341 kawasan sebesar Rp 940 miliar.
"Program-program itu sebetulnya tidak ada yang baru, tetapi hanya meneruskan ide pemerintahan sejak sebelumnya. Hanya saja, penamaannya yang berbeda," katanya.
Namun, dari sisi pemanfaatan anggarannya, Djoko berharap untuk kompensasi kenaikan BBM bisa disetujui pada Juni sebab realisasi program ini memerlukan persiapan berkisar 1-2 bulan dan pelaksanaannya 4-5 bulan sehingga akan tuntas hingga akhir tahun ini. "Kalau lebih dari Juni, kami mohon maaf, tidak bisa melaksanakan program ini," katanya.
Ia juga mengakui, dampak yang dimaksud dengan program ini adalah, masyarakat itu sendiri ketika program berlangsung seperti terlibat sebagai tenaga kerja dan seterusnya serta manfaat dari tersedianya infrastruktur dasar itu. "Untuk irigasi saja contohnya, selama proses program ada sekitar 0,5 juta orang yang terlibat dan enam juta orang penerima manfaatnya," katanya.
Pada bagian lain, Djoko menambahkan, terkait dengan upaya mempertahankan kinerja fiskal tahun ini berupa defisit anggaran tidak lebih tiga persen sehingga perlu pengurangan subsidi BBM, sehingga seluruh kementerian dan kantor lembaga memproyeksikan pemotongan anggaran sekitar Rp 24,6 triliun.
Dari jumlah itu, terang Djoko, sekitar Rp 6,1 triliun, awalnya diproyeksikan akan disumbang oleh PU. "Tetapi ternyata pada hasil rapat kerja dengan DPR kemarin, disepakati bahwa pemotongan untuk anggaran Kementerian PU sekitar Rp 3,8 triliun yang terdiri atas sisa lelang dan optimalisasi belanja non-operasional Rp 3,2 triliun dan dana blokir Rp 85,5 miliar serta penyesuaian nilai kontrak Rp 371,7 miliar," paparnya.