REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Muhammad Mursi berbicara melalui sambungan telepon dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada Senin (1/7) tentang perkembangan terakhir di Mesir.
Mursi menekankan bahwa Mesir "bergerak maju" dengan transisi demokrasi yang damai. Begitu kata Mursi dalam sebuah pernyataan di halaman Facebook-nya.
Jutaan orang Mesir turun ke jalan pada Ahad (30/6) untuk protes terhadap Mursi dan Ikhwanul Muslimin serta permintaan pemilihan presiden dini.
Angkatan Bersenjata Mesir memberi semua partai politik waktu 48 jam untuk menyelesaikan krisis, sebelum memberlakukan peta jalan yang diawasi militer bagi masa depan Mesir.
"Angkatan Bersenjata takkan menjadi bagian dari politik atau kekuasaan," kata Menteri Pertahanan Abdel-Fattah As-Sisi di dalam pidato audio yang ditayangkan televisi resmi, Selasa (2/7).
Ia mengatakan tenggat 48-jam merupakan "kesempatan terakhir" bagi semua pihak untuk memenuhi tuntutan rakyat dan menyelesaikan krisis. Ia menyebut kondisi saat ini "bersejarah".
Sementara itu aliansi partai Islam Mesir, termasuk Ikhwanul Muslimin, menolak pernyataan militer dan menyebutnya itu serangan terhadap keabsahan dengan cara yang mengarah kepada kudeta, kata laporan stasiun televisi resmi Selasa pagi.
Di dalam satu pernyataan yang ditayangkan televisi, aliansi menyatakan "kelompok itu menolak upaya oleh sebagian pihak untuk membalikkan keabsahan masyarakat". Aliansi tersebut menghormati semua gagasan guna menyelesaikan krisis tetapi semua itu harus berlandaskan undang-undang dasar.
"Kami menyampaikan penghormatan bagi prinsip damai dan dipeliharanya darah rakyat Mesir," kata aliansi menambahkan. Aliansi itu mendesak semua rakyat agar mendukung keabsahan rakyat dan menentang setiap jenis kudeta.
Sementara itu Juru Bicara militer Ahmed Ali menyatakan di jejaring resmi Angkatan Bersenjata bahwa disiplin dan budaya militer tak mengizinkan "kudeta militer". Ia menggambarkan pernyataan oleh As-Sisi sebagai "interaksi" dengan rakyat.