REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Sebanyak 61 orang yang didakwa bersekongkol untuk melakukan kudeta dijatuhi hukuman penjara hingga 10 tahun di Uni Emirat Arab (UEA). Peradilan mereka mengundang kritik dari kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Di antara mereka yang dijatuhi hukuman ialah akademisi, pengacara dan para anggota keluarga tokoh UAE, termasuk sepupu penguasa dari salah satu tujuh keamiran di federasi kaya minyak itu. Delapan pria dijatuhi hukuman in absentia oleh Mahkamah Agung Federal hingga 15 tahun penjara. Kelompok-kelompok hak asasi manusia menilai ada peningkatan intoleransi di negara Teluk sekutu Amerika Serikat itu.
Pemerintah menyatakan hukuman-hukuman tersebut tidak dapat diajukan banding. Kantor berita negara WAM dan dikutip Reuters, melaporkan bahwa selain mereka yang dihukum in absentia, 56 orang dijebloskan ke penjara selama 10 tahun dan lima orang selama tujuh tahun, sedangkan 25 lainnya dibebaskan termasuk semuanya 13 wanita terdakwa.
Puluhan orang telah ditahan setahun terakhir di tengah-tengah kekhawatiran pemerintah mengenai dampak dari pergolakan Arab di beberapa negara sekitar. Peradilan dipandang luas sebagai usaha untuk mengatasi apa yang UEA nilai sebagai ancaman.
Para terdakwa, yang dikenal dengan nama UAE94, dituduh memiliki organisasi ilegal dan rahasia yang bertujuan untuk melawan landasan negara itu guna merebut kekuasaan dan menghubungi entitas dan kelompok asing untuk melaksanakan rencana ini. Mereka membantah dakwaan tersebut dan beberapa mengatakan mereka telah disiksa di dalam penjara, satu tuduhan yang dibantah negara itu.