REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof KH Achmad Satori Ismail
Saat khilafah Islamiyah pada masa Umar bin Khattab diterpa krisis, Umar mengumpulkan sahabat-sahabatnya di rumahnya, seraya berkata, “Apa yang Anda harapkan untuk menyelesaikan krisis ini!”
Salah seorang mereka berkata, “Aku mengharapkan seandainya kampung ini (Madinah) dipenuhi dengan emas, lalu aku infakkan semua di jalan Allah.” Umar mengulangi ucapannya, “Silakan yang lain!’’
Sahabat lain berkata, “Aku mengharapkan seandainya kampung ini penuh dengan permata dan intan yang bisa aku sedekahkan semuanya di jalan Allah.” Umar mengulangi sekali lagi permohonananya, tapi para sahabat serentak menjawab, “Wahai Amirul Mukiminin, kami belum menangkap apa yang kauinginkan?’’
Beliau menjawab, “Kalau menyelesaikan sebuah krisis, aku mengharapkan sumber daya manusia (SDM) unggulan, seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Mu’adz bin Jabal, dan Salim budak Abu Hudzaifah, yang semuanya bisa membantuku berjuang lii’laai kalimatillah.’’
Memang Umar hebat. Beliau mengetahui betul apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan krisis dan membangun peradaban agung. Beliau amat tidak mengharapkan emas atau intan permata untuk membantu orang miskin, tapi mengharapkan orang-orang istimewa yang berotak besar yang mampu mendukung kebenaran dan menggapai kemenangan.
Setiap umat dan perjuangan yang besar membutuhkan “otak-otak besar” yang menggerakkan, membangkitkan, dan mengarahkan perjalanannya di samping dukungan kekayaan dan sumber daya alam.
Namun, SDM unggulan lebih berharga dari sumber daya alam yang amat mahal sekalipun. Barangkali di sinilah rahasianya mengapa Rasulullah pernah bersabda, “Manusia-manusia itu bagai seratus unta di mana Anda hampir-hampir tidak menjumpai satu pun yang menjadi rohilah (unta yang mampu membawa beban berat).’’