REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun ini, awal dan akhir Ramadhan berlangsung secara serentak. Dalam arti, tak ada perbedaan di antara ormas-ormas Islam arus besar di Indonesia dalam menentukan tanggal dua hari istimewa tersebut.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid mengatakan, pada hakikatnya, perbedaan penentuan Hari Raya bukanlah persoalan bagi umat Islam. Menurut politisi PKS ini, umat Islam di Indonesia sudah terbiasa dengan kemajemukan dan memelihara sikap toleransi.
Akan tetapi, lanjut dia, sebaiknya pemerintah juga konsen pada upaya untuk membuat kesepakatan mekanisme penanggalan hijriah. Apalagi, sebut Hidayat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri sudah mengusulkan hal itu.
"Memang lebih maslahat kalau disepakati mekanisme penanggalan ini, asalkan tidak keluar dari ajaran agama, yang secara prinsip sesungguhnya bisa mengakomodasi antara rukyat dan hisab," kata Hidayat Nur Wahid, Sabtu (18/7), di Kemang, Jakarta Selatan.
Dia menambahkan, mekanisme-bersama penanggalan hijriah juga akan berguna bagi pembelajaran publik. Sebab, kata Hidayat, polemik tentang penentuan hari awal bulan hijriah cenderung menyita perhatian hanya pada waktu awal dan akhir bulan Ramadhan serta hari Idul Adha.
"Tapi begitu memperingati Tahun Baru Hijriah 1 Muharram, pernah enggak ada sidang isbat? Enggak ada yang ribut tentang rukyat hisab. Begitu tanggal merah di kalender nasional, itulah 1 Muharram," ujar dia.
Karena itu, Hidayat mengatakan, perlu sikap negarawan dari pemerintah untuk berdialog dengan ormas-ormas Islam agar dapat disepakati metode perhitungan bersama.