REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua MPR Mahyudin menyatakan saat ini bangsa Indonesia sedang krisis kepemimpinan. Akibatnya, rakyat tidak lagi memiliki contoh keteladanan, sebagai panutan hidup mereka.
''Indonesia kehilangan contoh pemimpin. Sehingga, salah satu tantangan internal adalah kurangnya keteladanan pemimpin, diantara banyak masalah bangsa lainnya,'' kata Mahyudin, saat menjadi pembicara dalam Sosialisasi Empat Pilar di Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Selasa (6/10).
Akibatnya, kata dia, bangsa Indonesia maju tidak, mundur juga tidak. Meski ia bersyukur Indonesia tidak seperti negara Somalia, Yaman dan Suriah, yang mengalami krisis. Ditambah, masih lemahnya penghayatan dan pemahaman ajaran agama, dan pelajaran agama yang sempit, memunculkan paham-paham radikalisme.
Ia menambahkan, warga negara yang baik harus tahu ideologi negaranya. Kalau tidak tahu, artinya mereka apatis terhadap negara sendiri, karena setiap negara punya ideologi. Meski demikian, Pancasila sebagai ideologi negara mesti dinamis dalam memaknainya, dan tidak bisa tertutup. Oleh karena itu, MPR telah melakukan empat kali amandemen sejak reformasi.
''Walaupun amandemen itu banyak juga yang mempersoalkan, karena perbedaan cara berpikir,'' ujarnya.
Mahyudin menyebutkan, tujuan bangsa Indonesia adalah apa yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila, bukannya demokrasi. Sistem demokrasi yang seharusnya diterapkan pun demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberal yang digunakan oleh Amerika. ''Jadi jangan hanya sekedar copy paste,'' jelasnya.
Wakil Rektor 1 UNJ, Muchlis Rantoni Lubis mengungkapkan, nilai-nilai Pancasila sudah jarang dijalankan dalam tatanan praksis dalam masyarakat.
Padahal, dulu ada program P4, yang menanamkan nilai Pancasil dikalangan anak muda. Meski P4 akhirnya dikritisi karena terlalu tertutup terhadap perubahan. Padahal, Pancasila harus terus berkembang agar sesuai dengan kultur budaya Indonesia.
''Ini agar mahasiswa paham betul apa yang harus dikerjakan ke depan,'' kata dia.
Muchlis menyebutkan, problem Perguruan Tinggi adalah tidak melihat adanya contoh pemimpin dan sosialisasi Empat Pilar. Namun, ternyata banyak perguruan tinggi yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Belum lagi, tampilan para elit, tokoh masyarakat, serta pemimpin tidak selalu kompatible dengan Empat Pilar. Ada disparitas yang besar antara nilai-nilai Pancasila dan praktek kehidupan sehari-hari.
''Malah jargon-jargon liberalisme dan kapitalisme menguat. Tapi Empat Pilar jarang tampil ke permukaan, baik dalam kontek elit, maupun di media,'' kata dia.