REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf terhadap 14 warga negara Indonesia (WNI) merupakan tantangan bagi ASEAN dan bukan hanya Indonesia.
"Sebanyak 14 WNI yang disandera Abu Sayyaf di perbatasan Filipina, sudah mengancam keamanan di kawasan ASEAN yang saat ini telah menerapkan MEA atau pasar bebas ASEAN," katanya usai menerima Pimpinan Wilayah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam DKI Jakarta di ruang kerjanya, Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Selasa (19/4).
Sebanyak 14 WNI tersebut disandera dalam dua kali aksi oleh kelompok Abu Sayaf di perbatasan Filipina dan perbatasan antara Malaysia dan Filipina. Menurut Hidayat, tindakan kelompok Abu Sayyaf itu sudah mengancam keamanan kawasan ASEAN secara terbuka.
"Hal ini sudah menjadi tantangan bagi negara-negara anggota ASEAN, bukan hanya Indonesia," katanya.
Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini sudah menerapkan era pasar bebas ASEAN, sehingga ASEAN harus meningkatkan kerjanya samanya, termasuk kerja sama di bidang keamanan. Hidayat menambahkan, adanya tiga negara yang sepakat untuk melakukan patroli bersama yakni, Indonesia, Filipina, dan Malaysia, merupakan reaksi atas aksi kelompok Abu Sayyaf yang menyandera 14 WNI.
Pada kesempatan tersebut, Hidayat juga menilai, Pemerintah Filipina tidak menutup diri terhadap TNI yang meminta izin masuk ke wilayah perbatasan negara tersebut untuk membebaskan sandera. Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga memuji Pemerintah Indonesia yang tidak mau menyediakan uang tebusan seperti yang diminta penyandera.
"Kalau Pemerintah Indonesia menyediakan uang tebusan, nanti menjadi preseden bagi penyandera untuk terus menyandera WNI. Nantinya, WNI bisa setiap hari disandera," katanya.