REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta menginginkan kader ekonomi di Republik Indonesia dapat diperbanyak karena negeri ini sekarang dinilai sangat membutuhkan ahli-ahli di bidang ekonomi dibandingkan politik.
"Keberadaan kader ekonomi sangat dibutuhkan. Karena ekonomi kita hanya akan meningkat, jika kita memiliiki banyak kader ekonomi," kata Oesman Sapta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (20/6).
Menurut dia, hal tersebut penting apalagi dinilai hanya dengan meningkatkan sektor ekonomi sajalah maka kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan juga bisa ditingkatkan. Pemerintah daerah diminta untuk dapat menciptakan iklim kewirausahaan yang baik guna mengembangkan kondisi berbisnis yang semakin mudah agar pengembangan aktivitas perekonomian di daerah-daerah juga menjadi semakin baik.
"Saat ini iklim kewirausahaan kita kurang baik. Memulai bisnis di negara kita ini salah satu yang paling susah di dunia," kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia, Rabu (15/6).
Bahlil mengingatkan bahwa tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia yang saat ini berada pada peringkat ke-109 dari 189 negara sebagaimana survei yang dilakukan oleh Bank Dunia. Posisi itu, ujar dia, tertinggal dibandingkan dengan sejumlah negara ASEAN lainnya seperti Singapura pada posisi 1, Malaysia pada posisi 18, Thailand di posisi 49, Brunei Darussalam posisi 84, Vietnam posisi 90 dan Filipina posisi 103.
Untuk itu, ia mengemukakan agar pemerintah daerah harus melakukan sejumlah perbaikan dari aspek peraturan maupun prosedur perizinan dan biaya, agar peringkat kemudahan berusaha di Indonesi, terutama bagi UMKM, juga semakin meningkat.
Ketum Hipmi juga menyebutkan, Pemda perlu merevitalisasi peran Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP), menciptakan efisiensi pada proses berusaha pengurusan izin, percepatan dalam hal waktu, kemudahan dalam syarat/prosedur dan biaya yang proporsional.
Saat ini Indonesia baru memiliki 1,5 persen pengusaha dari sekitar 252 juta penduduk Tanah Air. Sedangkan Indonesia dinilai masih membutuhkan sekitar 1,7 juta pengusaha untuk mencapai angka dua persen. Sedangkan di negara ASEAN seperti Singapura tercatat sebanyak tujuh persen, Malaysia lima persen, Thailand 4,5 persen, dan Vietnam 3,3 persen.