REPUBLIKA.CO.ID, KALTIM -- Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, menyatakan pemimpin dan tokoh bangsa jangan tidak lagi berpikir mencari uang. Pemimpin dan tokoh bangsa harus berpikir sebagai negarawan bukan lagi berpikir sebagai politikus.
"Pemimpin dan tokoh bangsa agar sudah tidak lagi berpikir bagaimana mencari uang. Pemimpin dan tokoh bangsa harus berpikir bagaimana membangun bangsa dan negara," kata Mahyudin, saat mensosialisasikan Empat Pilar MPR kepada KNPI Kabupaten Penajam Paser Utara di Graha Pemuda, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (29/9).
Sosialisasi yang diikuti sekitar 300 pemuda dan pelajar ini dihadiri Bupati Penajam Paser Utara Yusran Aspar, anggota MPR Hetifah (Fraksi Partai Golkar), Mohammad Mirza (Kelompok DPD) dan Agathie Suli (Fraksi Partai Golkar).
Dalam pengantarnya, Mahyudin mengungkapkan beberapa tantangan kebangsaan yang dihadapi Indonesia. Salah satu tantangan kebangsaan itu adalah kurangnya keteladanan sebagai pemimpin dan tokoh bangsa.
Mahyudin mencontohkan, kasus penangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah bahkan salah satu ketua lembaga negara. "Pemimpin atau tokoh bangsa jangan lagi berpikir mencari uang. Akhirnya bisa melakukan tindak pidana korupsi. Pemimpin dan tokoh bangsa harus berpikir sebagai negarawan," ucapnya.
Selain kurangnya keteladanan, tantangan kebangsaan lainnya adalah munculnya paham-paham radikalisme dan terorisme (karena pemahaman agama yang sempit), tantangan pengabaian kepentingan daerah dan munculnya fanatisme daerah (sehingga muncul daerah yang ingin merdeka), kurang berkembangnya kebhinnekaan dan kamajemukan sehingga muncul pertikaian berbau SARA seperti kasus pembakaran gereja di Sumatera Utara, serta tantangan lemahnya penegakan hukum.
Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan kebangsaan dari eksternal. "Yaitu tantangan globalisasi yang menggerus nilai-nilai luhur bangsa," ujar Mahyudin.
Semua tantangan kebangsaan itu, menurutnya, bisa diatasi dengan Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). "Empat konsensus dasar ini menjadi perekat bangsa yang menjadikan bangsa Indonesia ini tetap utuh," kata dia.