REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai, aksi super damai 212 menunjukan wajah Indonesia sesungguhnya. Sementara, aksi 412 sarat akan pelanggaran hukum dan pembagian uang kepada masa.
Menurut dia, aksi 2 Desember yang diikuti jutaan umat Islam itu berjalan dengan tertib, santun, sesuai dengan aturan hukum, serta dihadiri oleh TNI, Polri, presiden, ulama dan habaib. Kalau pun ada partai politik, mereka tidak mempergunakan bendera partai dan membaur bersama dengan umat.
''Kemudian mereka berniat membuat acara ini (Indonesia Kita) untuk menandingi aksi super damai itu. Semakin jelas, mana yang merefleksikan Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Siapa yang kemudian justru membelokan masalah dan menghadirkan isu baru, dari isu yang mesti fokus pada penegakan hukum terkait penistaan agama,'' kata Hidayat, saat dihubungi, Ahad (4/12).
Hidayat mengatakan, aksi yang ditopang Partai Golkar, Nasdem dan PPP itu seolah-olah ada masalah pada Bhineka Tunggal Ika, persatuan Indonesia dan NKRI. Padahal, lanjut dia, persoalan tersebut sudah selesai dalam aksi super dama 212, yang tegas untuk mengokohkan NKRI.
Menurutnya, aksi 212 itu justru untuk menegaskan bahwa umat Islam sangat cinta dengan Bhineka Tunggal Ika, sehingga jangan dirusak dengan perilaku disharmoni dan tidak toleran.
''Itu yang tidak terlihat dalam peristiwa hari ini. Apalagi melibatkan perusahaan, BUMN, PNS diwajibkan. Itu kan sebenarnya pelanggaran hukum. Kalau dilihat bahwa mereka menerima bayaran,'' ucapnya.
Selain itu, ia mengatakan, ketidakhadiran Presiden dan wakil presiden pada aksi 412, bisa dimaknai secara politik bahwa dua kepala negara itu tidak mendukung aksi 412. ''Apalagi secara terbuka JK menyampaikan bahwa aksi 412 itu hanya menghamburkan uang, dan itu pasti bukan Indonesia Kita,'' kata dia.