REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyambut hangat kedatangan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarno putri bersama Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno di MPR RI, Selasa (13/3). Zulkifli Hasan sampaikan terima kasih atas kehadiran Ibu Megawati dan Pak Try Sutrisno. Menurutnya, saran dan masukan dua tokoh bangsa tersebut sangat mendasar untuk perbaikan sistem ketatanegaraan
Hadir bersama Mega antara lain Ketua UKP PIP Yudi Latif, Anggota yang juga pakar hukum tata negara Prof Mahfud MD dan delegasi lainnya. Hadir mendampingi Ketua MPR, Wakil Ketua Mahyudin, Hidayat Nur Wahid dan E.E Mangindaan
"Kami bicara pentingnya menghadirkan kembali haluan negara, agar pembangunan bisa berkelanjutan 50 sampai 100 tahun ke depan serta konsisten antara pusat dan daerah," ujarnya seperti dalam siaran pers.
Mereka juga membahas antara lain evaluasi terhadap demokrasi langsung, apa yang harus diperbaiki dan diubah. "Semuanya penting dan mendasar," kata pria yang akrab disapa Zulhasan itu.
Selaku Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) Megawati Soekarno Putri menyoroti status MPR pascareformasi. Menurut Mega, kedudukan MPR sejajar dengan lembaga negara yang lain, tidak sesuai dengan pemikiran para pendiri bangsa. Oleh karena itu, Mega meminta agar kedudukan MPR itu dipikirkan kembali.
“Coba, mana yang lebih baik, MPR sebagai lembaga tertinggi negara, atau lembaga negara yang sejar dengan lembaga negara yang lain. Bisa nggak sih MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara seperti dahulu lagi,” kata Mega menambahkan.
Ketua MPR bertemu Megawati dan sejumlah tokoh bangsa.
Sementara mantan wakil presiden Tri Sutrisno mengusulkan untuk kembali pada UUD 1945. Sebab UUD yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa itu sangat sesuai dengan bangsa Indonesia, fleksibel, mampu menyesuaikan dengan zaman dan singkat. Bahkan UUD 1945, terbukti mampu menghadapi berbagai cobaan.
“Empat tahap perubahan yang dialami UUD kita jadikan lampiran, sementra yang sifatnya teknis dialihkan menjadi UU saja, sehingga perubahan dan pencabutannya lebih mudah,” kata Tri Sutrisno menambahkan.
Sedangkan Profesor Mahfud MD mengingatkan, untuk mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara bukanlah perkara gampang. Sebab penurunan status itu dilakukan oleh MPR sendiri. Bahkan MPR juga sudah mengunci dirinya sendiri, agar tidak bisa kembali sebagaimana kedudukan sebelumnya.