REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengungkapkan bahwa saat ini MPR masih mengkaji lebih dalam terkait amandamen terbatas. Termasuk apakah nantinya visi misi presiden akan tetap ada jika GBHN dihidupkan kembali.
"Mengenai bagaimana format haluan negara, bentuk hukum, spektrum yang diatur dalam haluan negara tersebut masih kita kaji dalami lebih jauh lagi," kata Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/10).
Kendati demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri memberikan kesempatan kepada MPR untuk menjalankan dulu fungsi wewenang dan tanggungjawabnya terutama dalam tanggung jawab dan fungsi menyerap aspirasi masyarkat melalui badan pengkajian MPR. Ketua Fraksi PDIP itu memastikan MPR bakal membuka diri untuk mendengarkan segala aspirasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat mengenai wacana amandemen terbatas.
"Kami menyadari karena ini menyangkut hukum dasar tertulis kita, menyangkut konstitusi kita, tentu cara mengubahnya berbeda dengan cara merevisi undang-undang. Sehingga oleh karena itu prosesnya masih melalui banyak tahapan yang harus kita lalui," ujarnya.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk memberikan kesempatan kepada MPR melalui badan pengkajian yang baru akan dibentuk pekan yang akan datang. Sementara itu Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan bahwa amandemen tidak akan menjadi bola liar dan tidak ada agenda politik dalam domain amandemen tersebut.
"Tidak ada upaya menjadikan presiden sebagai mandataris MPR, tidak ada lagi upaya untuk pemilihan presiden kembali ke MPR dan tidak ada pertanggungjawaban ke MPR, cukup Ibu Megawati yang menjadi mandataris terakhir pada tahun 2002 dimulainya," tutur Bamsoet.
Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi wacana dihidupkannya kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amandemen terbatas UUD 1945. JK mengatakan keberadaan GBHN akan membuat calon presiden tidak bisa lagi membuat satu program sendiri yang berbeda dengan arah GBHN.
"Nah sekarang kalau ada GBHN, berarti calon presiden itu tidak lagi boleh membuat satu program, tidak boleh keluar dari GBHN kayak dulu, tetapi justru melaksanakan GBHN," ujar JK usai menghadiri peringatan Hari Konstitusi di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (18/8) lalu.