REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank ANZ Indonesia telah membukukan aset kredit korporasi senilai Rp 15,5 triliun. Nilai ini tumbuh 12,3 persen bila dibandingkan dengan akhir Desember 2012.
Head of Institusional ANZ Sity Lea Samudera mengungkapkan, pertumbuhan kredit korporasi perseroan didorong oleh empat pilar yang menjadi fokus, yaitu pertambangan, agribisnis, konsumer, dan infrastruktur. "Saat ini porsi terbesar di tambang, sekitar 30 persen," ujar Sity di Jakarta, Selasa (16/7). Sisanya merata di tiga fokus sektor lain.
Namun porsi ini bisa berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi pasar. Ketika harga hasil tambang seperti batu bara turun, perseroan bisa saja menguatkan kredit di sektor lain. Misalnya seperti ke sektor infrastruktur.
Sity mengungkapkan saat ini perusahaan yang mengajukan kredit juga tidak seagresif tahun lalu. Hal tersebut didorong oleh masih negatifnya harga-harga komoditas seperti batu bara dan crude palm oil (CPO). Sehingga banyak perusahaan yang memilih untuk menahan pengajuan kredit dan berdampak pada turunnya performa bank asing.
Namun, perseroan masih memiliki alternatif lain untuk mendongkrak kredit korporasi. Sity mengungkapkan di semester kedua Bank ANZ akan fokus di dua sektor lain, yaitu infrastruktur dan konsumer. Indonesia dinilai masih dalam masa pembangunan sehingga sektor infrastruktur diyakini masih akan berkontribusi besar. Hal serupa juga dilihat di sektor konsumer. Meningkatnya masyarakat kelas menengah Indonesia akan meningkatkan konsumsi sehingga kredit perusahaan konsumer diharapkan dapat lebih agresif.
Artinya, Bank ANZ akan tetap fokus di target akhir tahunnya. Sity meyakini dengan strategi yang dijalankan perseroan bisa mencapai target meski pun terjadi perlambatan di beberapa sektor. "Fundamentalnya masih bagus meski pun harga batu bara dan CPO turun," kata Sity.
Terkait pengelompukan usaha perbankan (BUKU), Sity mengungkapkan Bank ANZ saat ini masih berada di BUKU II dengan modal Rp 4,1 triliun. Ia memperkirakan target modal senilai Rp 5 triliun akan tercapai dalam dua tahun ke depan sehingga perseroan bisa mencapai BUKU III.
Untuk mencapai level ini Sity menilai perseroan tidak memerlukan suntikan modal. "Target kami memang BUKU III. Kalau dari laba tidak mencukupi, maka akan kami pikirkan sesuatu untuk mencukupi modal," kata Sity.