REPUBLIKA.CO.ID, SUMENEP -- Sepiring nasi dengan hiasan kue tradisional tetel tersaji di atas meja makan. Namun, menu itu belum lengkap tanpa aneka lauk daging di sekelilingnya.
"Hari raya lebaran di Madura, terpenting ada dagingnya," kata warga desa Gulu-guluk Sumenep, Firdaus (45), Jumat (9/8).
Namun hidangan daging itu bukanlah untuk disantap oleh keluarga, melainkan diberikan ke tetangga. Padahal, sehari-hari dia bersama keluarga mengaku jarang mengkonsumsi daging.
Hanya di waktu tertentu, khususnya Lebaran ini, mereka mampu memasak daging. Kemudian, nasi putih di piring itu pun menjadi menu mewah bagi sebagian warga di pelosok pedesaan. Sebab, kebutuhan karbohidrat mereka umumnya diganti dengan nasi jagung.
"Tapi kami yakin, menu yang akan kami beri ke orang lain, akan kembali lagi ke rumah ini dalam bentuk yang berbeda," ujarnya.
Itulah tradisi Ter-ater dalam masyarakat Madura. Saat hari raya Lebaran, hidangan di meja makan mereka tidak dipenuhi ketupat ataupun sayur opor ayam. Bagi mereka, hari telasa topak atau Lebaran ketupat baru berlangsung H+7 setelah Sholat Ied.
Dalam Lebaran ini, warga madura umumnya menyediakan menu istimewa yang jarang mereka konsumsi setiap hari, seperti daging. Kemudian, untuk kue-kue lainnya merupakan simbol kearifan lokal budaya setempat.
Seperti halnya kue tetel yang terbuat dari ketan dan lengket saat dimakan. Hal itu menandakan, kerukunan antarwarga harus tetap terjalin erat seperti kue tersebut.
"Ada beberapa makanan lainnya seperti kue kocor (kue cucur) dan kerupuk rengginang," ujar Firdaus.