Senin 19 Aug 2013 15:53 WIB

Konflik Mesir adalah Kegagalan Diplomasi AS dan Uni Eropa

Rep: Bambang Noroyono / Red: Citra Listya Rini
Bendera AS dan UE
Foto: Irib
Bendera AS dan UE

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Jalan buntu politik di Mesir meninggalkan jejak kegagalan diplomasi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Kedua otoritas raksasa ini menelan buah pahit dari lobi kanan-kiri di negeri Piramida itu.

New York Times mengatakan Ikhwanul Muslimin (IM) tidak akan menggunakan pola ''kepala batu'' menghadapi kudeta Panglima Militer Jenderal Abdul Fattah el-Sisi. Diplomat Senior UE Bernardio Leon berada di Ibu Kota Kairo ketika kudeta terjadi, Rabu (3/7) lalu.

Leon meminta IM menahan diri dari semua kemarahan. IM setuju, dan memberikan syarat. Militer harus membebaskan Mursi dan tokoh IM dari internir militer, saat Kamis (4/8). 

El-Sisi mengiyakan dengan catatan IM tidak bereaksi dengan mengandalkan massa di jalanan.Seharian berlalu. IM pun menagih. Bisa ditebak, militer punya kegamangan. El-sisi tetap ''memborgol'' Mursi dan tokoh IM di dalam kerangkeng militer. 

Kenekatan el-Sisi yang menurut delegasi AS adalah pintu dari kebrutalan. ''Anda bisa melihat orang-orang (di Mesir) mulai gatal untuk saling beradu jotos,'' kata Senator AS Lindsey Graham, seperti dilansir New York Times, Senin (19/8). 

Presiden AS Barrack Obama meminta Graham bersama diplomat senior di Capitol Hill ke Mesir.Graham dan Senator John McCain pun melaksanakan. Keduanya di Kairo setelah Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Cathrine Ashton gagal memberi peta jalan keluar. 

Graham dan McCain memahami situasi di Mesir dengan gaya berhukum yang taat.New York Times mencatat, pertemuan 6 Agustus itu sebenarnya diplomasi kegagalan. Pertemuan dengan el-Sisi menghasilkan resistensi Sang Jenderal terhadap tekanan Paman Sam. 

Perdana Menteri interim Hazem el-Beblawi menakar posisi-nya dengan mendesak Gedung Putih menghardik IM. Bablawi meminta Paman Sam menyampaikan ''salam perpisahan'' kepada IM, dan meminta pendukung Mursi tidak di jalanan dan mengikuti aturan hukum.

Menurut Graham, itu bukti hausnya oposan IM tentang kekuasaan tapi tanpa kekuatan. Sementara militer menjadi kuda tunggangan. ''Bagaimana kita bicara soal aturan hukum. Anda (perdana menteri) tidak punya lejitimasi dalam pemilihan yang sah menurut hukum (pemilu),'' kata Graham kepada el-Sisi dan Beblawi.

Semua upaya AS dan UE semakin gagal ketika rezim baru mengumumkan jalur diplomasi telah habis. Dan pembantaian pertama terjadi dengan menewaskan lebih dari 200 pendukung Mursi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement