JAKARTA -- Konferensi khusus yang melibatkan 13 negara asal, transit dan tujuan para pencari suaka menghasilkan Deklarasi Jakarta. Ke-13 negara sepakat akan berkoordinasi dan melakukan upaya bersama yang mencakup langkah pencegahan, deteksi dini, pencegahan dan penindakan untuk menangani masalah pergerakan manusia ilegal di kawasan baik itu penyelundup manusia, trafiking dan pencari suaka.
Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa dalam pernyataan persnya usai konferensi mengatakan Deklarasi Jakarta merupakan langkah maju yang penting bagi penanganan pencari suaka karena berhasil merumuskan sejumlah kesepakatan kongkrit. “Dibawah Deklarasi Jakarta ada langkah kongkret yang dipastikan akan dilakukan misalnya mengatasi kondisi yang menyebabkan terjadinya penyelundupan manusia dan trafficking. Kita juga bicara kebijakan visa, pembagian informasi antar negara dan seterusnya yang kami kira langkah itu sudah sangat jelas,” ujar Marty dalam jumpa pers usai konferensi.
Mary menambahkan kedepan ke-13 negara juga telah berkomitmen untuk tetap bekerjasama guna memastikan tindak lanjut dan komitmen yang tertuang dalam deklarasi Jakarta.
Ke-13 negara yang terdiri dari Indonesia, Australia, Bangladesh, Kamboja, Malaysia, Filipina, Pakistan, Selandia Baru, Papua Nugini Sri Lanka, Thailand dan Myanmar merupakan negara yang paling terdampak dari permasalahan pencari suaka. Namun salah satu negara asal pencari suaka yang cukup besar yakni Iran tidak ikut hadir dalam pertemuan ini. Namun ketidakhadiran Iran tersebut menurut Marty Natalegawa tidak mengurangi keberhasilan dan komitmen dari hasil pertemuan ini.
“Saya tidak terlalu mempermasalahkan ketidakhadiran delegasi Iran dalam konferensi ini. dan pendekatan dalam pertemuan ini juga tidak mengharuskan semua negara yang terlibat harus hadir 100 persen. Jadi selama sudah tercipta pemahaman bersama dan kesepakatan mengenai langkah2 yang akan dilakukan, kami sudah anggap kesepakatan ini mewakili semua negara-negara yang terlibat. Dan selama ini perwakilan Iran ikut terlibat dalam proses perumusan kesepakatan ini, hanya saja kami tidak mendapat penjelasan resmi mengapa mendadak mereka memutuskan untuk tidak mengirim delegasinya,” jelas Marty.
Sementara itu Menteri Imigrasi Australia Tony Burke mengatakan dengan lahirnya Deklarasi Jakarta maka tidak bisa diragukan lagi kalau masalah pencari suaka dan penyelundupan manusia memang sudah diakui bersama sebagai masalah kawasan yang harus ditangani dan membutuhkan tanggung jawab bersama.
Australia sendiri memandang ada 3 momentum penting yang dihasilkan dari pertemuan ini yang memberikan struktur dan kerangka kerja yang jelas bagaimana menghadapi masalah para pencari suaka dan manusia perahu yang telah disepakati sebagai masalah bersama di kawasan.
Momentum pertama menurut Tony Burke adalah adanya perubahan kebijakan di negara-negara tertentu yang terdampak dengan kehadiran para pencari suaka dan penyelundup manusia. Misalnya Indonesia telah menghapus kebijakan Visa On Arrival bagi warga Iran.
Momentum kedua yang disebut oleh Menteri Tony Burke adalah dalam pertemuan tadi dibahas soal kemungkinan pemulangan kembali para pencari suaka ke negara asalnya.
“Dalam pertemuan internasional biasanya mekanisme pemulangan selalu secara sukarela, tapi dalam pertemuan tadi kita memahami kalau dalam kondisi tertentu, para pencari suaka memang harus dipulangkan ke negara asal jika tidak memenuhi klaim mereka sebagai pencari suaka.
Dan momentum ketiga adalah pertemuan ini juga membahas pentingnya komunikasi diantara seluruh negara yang terlibat dalam permasalahan ini.
“Tidak cukup hanya menginformasikan kebijakan terkait penanganan pencari suaka didalam negaranya saja, tapi operasi dan kebijakan itu harus dikomunikasikan secara luas dan jelas ke negara-negara lainnya,” papar Tony Burke dalam jumpa pers usai konferensi di Gedung Pancasila Kementrian Luar Negeri Jakarta.
Dalam kesempatan ini delagasi Papua Nugini menjelaskan kebijakan baru negaranya sebagai daerah pemrosesan para pencari suaka yang datang ke Australia, sekaligus wilayah pemukiman kembali jika sudah resmi mendapatkan suaka.
Konferensi ini merupakan pertemuan yang dijanjikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika bertemu dengan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd di Istana Bogor pada 3 Juli 2013 lalu.